Oleh: Kholila Ulin Ni’ma, M.Pd.I
(Ko.Tim Media MHTI DPD II Tulungagung, Dosen di STAI al-Fatah
Pacitan Jawa Timur)
Akhir Februari
lalu masyarakat dihebohkan dengan penggrebekan dua klinik aborsi di Cikini,
Menteng, Jakarta Pusat. Bermula dari maraknya promosi jasa aborsi di media
online. Polisi pun bergerak melakukan penyelidikan dengan berpura-pura menjadi
pasien. Setelah melakukan berbagai penyelidikan, polisi segera melakukan
penggrebekan praktik aborsi tersebut. Di sana ditemukan septic tank khusus tempat pembuangan janin yang diaborsi. Di dalamnya
banyak tulang-tulang, spiral, dan handuk. Lima orang
yang mengaku sebagai dokter, karyawan dan calo ditangkap dalam penggrebekan ini.
Di tempat yang berlainan (namun masih di Cikini) polisi juga menangkap sejumlah
orang. Kepala Subdit III Sumber Daya Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus
(Sumdaling Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya AKBP Adi Vivid menilai maraknya
praktek aborsi ilegal sangat mengkhawatirkan. Karena selain tidak berizin,
klinik-klinik tersebut menggunakan tenaga medis gadungan.
"Tenaga medis yang
bekerja di sini tidak ada satupun yang berlatar belakang ahli kandungan.
Kebanyakan hanya dokter umum, bahkan ada salah satunya yang hanya tamatan SMP.
Bayangkan betapa bahayanya ini," ujar Adi di lokasi itu.
Polisi menduga tak
hanya dua klinik tersebut yang beriklan lewat media online. Setidaknya
ada enam lagi klinik sejenis. "Tapi, kami yakin lebih (banyak) lagi,"
kata Adi.
Disinyalir,
klinik-klinik aborsi ilegal itu telah beroperasi sejak lima tahun lalu. Mereka
menawarkan tarif beragam, tergantung usia kandungan sang pasien. Untuk usia
kandungan 1–3 bulan misalnya, dokter memasang tarif Rp2,5–3 juta. Semakin besar
kandungan, semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Bahkan, tarif aborsi itu
bisa mencapai Rp10 juta.
Dinas Kesehatan DKI
Jakarta mengaku ‘kesulitan’ untuk menertibkan praktek aborsi. Penyebabnya,
karena klinik-klinik aborsi ilegal banyak yang berkedok tempat usaha di bidang
lain yang tidak sama sekali berhubungan dengan bidang kesehatan.
Kasus seperti ini
sebenarnya bukan kasus perdana. Banyak kasus-kasus serupa, baik di Jakarta
maupun daerah lainnya. Sejumlah kasus itu menunjukkan masih banyaknya tindakan
aborsi di negeri ini. Tercatat, sebanyak 2,3 juta abortus tidak aman
diperkirakan terjadi setiap tahun di Indonesia. Meningkatnya kasus aborsi ini
berbanding lurus dengan meningkatnya seks bebas dan kehamilan di luar nikah. Tercatat sebanyak 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60
persen diantaranya berusaha aborsi.
Tentu
sangat berbahaya jika praktek aborsi terus dibiarkan Pasalnya, pertama,
tindakan tersebut membunuh generasi berkualitas bahkan sebelum mereka
dilahirkan. Kedua, yang tersisa adalah generasi kalangan pezina yang lemah dan
suka maksiyat.
Akibat Liberalisasi
Jika kita mau
menelusuri, maka maraknya aborsi terjadi karena mencuatnya pergaulan bebas pada
para generasi. Pergaulan bebas yang berujung hamil di luar nikah ini disebabkan
berbagai faktor. Mulai dari faktor diri yang tidak dibekali dengan ketakwaan
tinggi. Faktor lingkungan, masyarakat, teman, juga media yang justru terus memprovokasi munculnya
pornografi pornoaksi. Terakhir, faktor tidak adanya regulasi yang dapat
memberikan efek pencegah dan efek rasa jera pada pelaku seks bebas dan aborsi
serta klinik-klinik yang sampai sekarang tetap beroperasi.
Jadi sesunggunya fenomena Aborsi bukanlah sekedar
persoalan medis, tetapi lebih pada problem sistemik. Ia akan tumbuh subur
dalam sistem yang membebaskan perzinaan. Itulah negeri demokrasi yang menganut
paham liberal. Hal ini didukung oleh perangkat aturan yang sekuler dan
membebaskan setiap orang untuk berbuat apapun termasuk melakukan seks bebas
yang berujung pada aborsi. Lebih mengerikan lagi, di negeri pusat liberalisasi,
kasus aborsi yang tinggi justru dimanfaatkan dengan keji. Alih-alih mengatasi
akar penyebab aborsi, yang merupakan kebebasan yang tidak terkendali yang
membawa malapetaka bagi pria dan wanita, pemerintah Barat justru lebih senang
menyelesaikan masalah ini dengan cara membakar bayi-bayi yang diaborsi untuk diubah
menjadi sumber energi listrik terkini.
Oleh karena itu tidak pas jika pernyataan resmi
kepolisian hanya mengedepankan temuan obat kadaluwarsa dan alat-alat tak layak
pakai, tanpa menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Karena, sekali
lagi, akar dari meningkatnya angka abortus adalah paham kebebasan (liberalisme)
yang bersumber dari pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme). Maka
penyelesaian yang tepat adalah mencabut akar masalah ini dari kehidupan.
Islam sebagai Solusi
Dalam
Islam, generasi harus dididik dan dibina dengan ketakwaan tinggi oleh orang tua
dan sistem pendidikan yang mumpuni. Lingkungan juga dikondisikan untuk
tumbuhnya generasi rabbani. Masyarakat sebagai kontrol perlu adanya
aktivasi kembali. Itu semua tak bisa dilakukan tanpa adanya ketegasan regulasi.
Oleh karena itu, aturan-aturan dari Allah harus segera diadopsi. Aturan itu
akan mengatur mulai dari pencegahan berupa tata pergaulan, pendidikan, penayangan
media, hingga sanksi bagi yang melanggar peraturan-peraturan tersebut.
Sebuah
keniscayaan bahwa hanya daulah khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang bisa
menerapkan itu semua secata total. Sebuah organisasi atau LSM saja tak akan
mampu menyelesaikan masalah sistemik seperti ini. Sebab negara lah yang
mempunyai wewenang dan punya power menerapkan peraturan yang shahih dari
Allah SWT ini. Maka pernyataan pemerintah yang mengaku ‘kesulitan untuk menertibkan praktek aborsi disebabkan klinik-klinik aborsi
ilegal banyak yang berkedok tempat usaha di bidang lain yang sama sekali tidak
berhubungan dengan bidang kesehatan’ sesungguhnya patut dipertanyaan. Bukankah
pemerintah sangat mudah mengendus orang-orang yang mereka tuduh teroris?!
Bahkan hingga gembongnya teroris..?! Justru pernyataan itu patut diduga menjadi alasan mendesak legalisasi aborsi. Ya,
sebagaimana yang biasanya terjadi.
Allahu a’lam bish shawaab
0 komentar:
Posting Komentar