JAKARTA PUSAT - Tidak
semua rumah sakit (RS) swasta di DKI Jakarta saat ini bergabung dan
terlibat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sejak JKN yang
dikelola PT BPJS diluncurkan pada 1 Januari lalu, Pemprov DKI Jakarta
baru bisa menggandeng 81 di antara 152 RS swasta di seantero ibu kota.
Sedangkan 71 RS swasta lain belum terlibat kerja sama.
Hal itu mendapat perhatian Dinas
Kesehatan (Dinkes) DKI. Menurut Kepala Dinkes DKI Dien Emawati, idealnya
semakin banyak RS swasta yang bekerja sama dengan pemprov, semakin
bagus pula kualitas pelayanan kesehatan di Jakarta.
Dien mengatakan, pihaknya bersama PT
BPJS terus berupaya memperluas kerja sama dengan RS swasta untuk
menyukseskan program JKN. Namun, hingga saat ini baru 81 RS swasta yang
bekerja sama dengan Pemprov DKI.
Alhasil, 71 RS swasta yang belum bekerja
sama dengan pemprov tidak menerima pasien peserta BPJS. “Itu yang terus
kita bahas bersama BPJS hingga saat ini. Baru separo (RS swasta) yang
bekerja sama,” katanya seperti dilansir Jawa Pos edisi hari ini.
Dia menuturkan, umumnya yang belum
bekerja sama dengan pemprov itu tergolong RS elite. Dicontohkannya pula
nama-nama RS, seperti RS Pondok Indah, RS Metropolitan Medical Center
(MMC), dan RS Medistra. Pihaknya tidak dapat memaksa RS swasta tersebut
agar menerima pasien peserta BPJS di kelas III. “Sebab, mereka itu kan
(RS) swasta murni,” ujarnya.
Karena tergolong elite, pemerintah
mengenakan pajak tinggi atas sejumlah RS tersebut. Sebaliknya, RS
pemerintah justru mendapat subsidi dan pajak yang ringan.
Meski tidak wajib menerima pasien
peserta BPJS, RS tersebut tetap diwajibkan oleh pemerintah menyediakan
ruang perawatan kelas III maksimal 22 persen dari seluruh ruang yang
tersedia di RS. Ruang kelas III itu dimaksudkan untuk meÂngantisipasi
pasien emergency (gawat darurat). “Misalnya, jika ada korban tabrakan
(kecelakaan) di depan RS yang bersangkutan, ya harus ditolong di sana,”
tuturnya.
Walaupun sejauh ini baru separo RS
swasta yang ikut program JKN, Dien tidak mempersoalkannya. Menurut dia,
jumlah RS swasta yang bekerja sama dengan pemprov sudah cukup. Dia
memastikan minimnya jumlah RS swasta yang menerima pasien BPJS tersebut
juga tidak akan mempengaruhi layanan kesehatan terhadap masyarakat.
“Ya enggak lah (berdampak pada layanan
kesehatan). Kita sudah (bekerja sama) cukup banyak. RS (swasta) 81,
puskesmas 340, klinik 88. Ini sudah sangat banyak dibandingkan dengan
daerah lain,”paparnya.
Masalahnya, lanjut Dien, banyak warga
yang belum tahu alur pengobatan yang benar. Dia menjelaskan, puskesmas
merupakan ujung tombak pelayanan. Selama ini, bila ingin berobat, warga
langsung menuju RS. Akibatnya, pasien RS membeludak.
“Ini yang perlu kita sosialisasikan.
Masyarakat masih belum care. Padahal, ada klinik. Ada puskesmas sebagai
ujung tombak,” terangnya.
Dia menyatakan, pihaknya terus mendorong
berbagai upaya agar masyarakat menjadikan puskesmas dan klinik sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan.() tribunnews.com/ syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar