Jakarta -Pada akhir Januari 2016, total utang
pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.220,98 triliun. Angka ini naik
Rp 122 triliun dibandingkan akhir Desember 2015, yang sebesar Rp
3.098,64 triliun.
Schneider Siahaan, Direktur Strategis dan Portfolio Utang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menjelaskan, tambahan utang berasal dari penerbitan surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 72,8 triliun, dan tambahan net pinjaman Rp 6,4 triliun.
"Tambahan SBN neto Rp 72,8 triliun dan tambahan net pinjaman Rp 6,4 triliun," ujarnya kepada detikFinance, Selasa (23/2/2016).
Schneider menambahkan, penerbitan SBN secara nilai tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya di 2014. Semua berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. "Semua sesuai jadwal," tegasnya.
Nilai utang bertambah juga karena ada tambahan pelemahan dari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) Rp 2,7 triliun, seiring dengan besarnya porsi SBN yang dipegang asing.
Sedangkan akumulasi bunga kupon yang telah diakui tetapi belum dibayarkan oleh pembeli kepada penjual obligasi, atau accrued interest, tercatat sebesar Rp 40 triliun.
"Accrued interest biasanya nggak termasuk pokok utang, karena itu besaran bunga terutang yang akan dibayar. Sekarang karena sudah pake accrual accounting jadi informasi tersebut juga disampaikan di buku saku untuk transparansi ke publik," jelas Schneider.() detik/ syabab indonesia
Schneider Siahaan, Direktur Strategis dan Portfolio Utang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menjelaskan, tambahan utang berasal dari penerbitan surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 72,8 triliun, dan tambahan net pinjaman Rp 6,4 triliun.
"Tambahan SBN neto Rp 72,8 triliun dan tambahan net pinjaman Rp 6,4 triliun," ujarnya kepada detikFinance, Selasa (23/2/2016).
Schneider menambahkan, penerbitan SBN secara nilai tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya di 2014. Semua berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. "Semua sesuai jadwal," tegasnya.
Nilai utang bertambah juga karena ada tambahan pelemahan dari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) Rp 2,7 triliun, seiring dengan besarnya porsi SBN yang dipegang asing.
Sedangkan akumulasi bunga kupon yang telah diakui tetapi belum dibayarkan oleh pembeli kepada penjual obligasi, atau accrued interest, tercatat sebesar Rp 40 triliun.
"Accrued interest biasanya nggak termasuk pokok utang, karena itu besaran bunga terutang yang akan dibayar. Sekarang karena sudah pake accrual accounting jadi informasi tersebut juga disampaikan di buku saku untuk transparansi ke publik," jelas Schneider.() detik/ syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar