Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai fenomena kemunculan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia sebagai bagian dari proxy war atau perang proksi untuk menguasai suatu bangsa, tanpa perlu mengirim pasukan militer.
"Sejak 15 tahun lalu, saya sudah buat (tulisan) perang modern, itu sama modelnya. Perang murah meriah," katanya di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, 23 Februari 2016.
Menurut Ryamizard, ancaman perang proksi itu berbahaya bagi Indonesia karena negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadapan. Karena itu, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan tersebut wajib diwaspadai.
"(LGBT) bahaya dong, kita tak bisa melihat (lawan), tahu-tahu dicuci otaknya, ingin merdeka segala macam, itu bahaya," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
Ryamizard menjelaskan, perang proksi itu menakutkan lantaran musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, musuh mudah dideteksi dan bisa dilawan.
"Kalau perang proksi, tahu-tahu musuh sudah menguasai bangsa ini. Kalau bom atom atau nuklir ditaruh di Jakarta, Jakarta hancur, di Semarang tak hancur. Tapi, kalau perang modern, semua hancur. Itu bahaya," tuturnya.
Ryamizard menambahkan, perang modern tidak lagi melalui senjata, melainkan menggunakan pemikiran. () tempo/ syabab indonesia
"Sejak 15 tahun lalu, saya sudah buat (tulisan) perang modern, itu sama modelnya. Perang murah meriah," katanya di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, 23 Februari 2016.
Menurut Ryamizard, ancaman perang proksi itu berbahaya bagi Indonesia karena negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadapan. Karena itu, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan tersebut wajib diwaspadai.
"(LGBT) bahaya dong, kita tak bisa melihat (lawan), tahu-tahu dicuci otaknya, ingin merdeka segala macam, itu bahaya," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
Ryamizard menjelaskan, perang proksi itu menakutkan lantaran musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, musuh mudah dideteksi dan bisa dilawan.
"Kalau perang proksi, tahu-tahu musuh sudah menguasai bangsa ini. Kalau bom atom atau nuklir ditaruh di Jakarta, Jakarta hancur, di Semarang tak hancur. Tapi, kalau perang modern, semua hancur. Itu bahaya," tuturnya.
Ryamizard menambahkan, perang modern tidak lagi melalui senjata, melainkan menggunakan pemikiran. () tempo/ syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar