Kabul - Presiden Afghanistan Hamid Karzai telah menyatakan "kemarahan ekstrim" terhadap Amerika Serikat di tengah persiapan untuk mengakhiri perang yang berlangsung selama 13 tahun di Afghanistan, dan ia pun mengintensifkan kritiknya pada bulan-bulan terakhir masa kekuasaannya.

"Untuk orang-orang Amerika, sampaikan kepada mereka harapan terbaik dan rasa terima kasih saya. Untuk pemerintah AS, sampaikan kepada mereka rasa murka saya dan kemarahan ekstrim saya," kata Karzai dalam sebuah wawancara dengan Washington Post yang diterbitkan pada Senin, lapor AFP.

Karzai sekarang ini memiliki pandangan yang semakin bertentangan dengan peran AS di Afghanistan, meskipun sebelumnya ia menjadi sekutu dekat pemerintah AS. Ia menerima bantuan senilai miliaran dolar sejak menjabat sebagai presiden setelah jatuhnya rezim Taliban pada 2001.

Presiden Afghanistan yang akan mundur dari jabatannya setelah pemilihan umum pada 5 April itu mengecam pemerintah AS. Ia pun menilai pemikiran bahwa gerilyawan Islam Al-Qaida berada di balik serangan 9/11 "lebih sebagai mitos daripada kenyataan".

Terkait dengan pernyataan Karzai tersebut, sejauh ini belum ada tanggapan langsung dari kedutaan besar AS di Kabul, namun hubungan antara kedua negara telah jatuh ke posisi terendah, seiring dengan persiapan 55.000 tentara NATO yang tersisa untuk keluar dari Afghanistan dan Karzai memasuki bulan-bulan terakhir pemerintahannya.

Presiden Karzai akhir tahun lalu membuat keputusan mengejutkan untuk tidak menandatangani kesepakatan yang memberikan persetujuan bagi 8.000 hingga 12,000 pasukan AS tinggal di Afghanistan setelah 2014 untuk pelatihan dan misi kontra-terorisme.

"Lebih baik mereka (AS) menandatangani kesepaktan itu dengan pengganti saya," katanya.

Dalam wawancara dengan Washington Post itu, Karzai mengeluarkan amarahnya atas banyaknya korban sipil selama perang melawan kelompok Taliban, yang telah melindungi Al-Qaida selama berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001.

"Sebenarnya tidak ada perang yang perlu terjadi di Afghanistan. Saya percaya bahwa banyak konflik yang terjadi adalah hasil rekayasa yang justru membuat rakyat Afghanistan menderita," katanya.

"Mengapa Amerika di sini (Afghanistan)? Saya tidak bisa menjawab untuk Amerika. Presiden Amerika mengatakan mereka berada di sini untuk memerangi ekstremisme dan terorisme dan untuk mengamankan Amerika," ujarnya.

"Namun, jika cara yang dipakai untuk mengamankan Amerika adalah dengan merampok rumah Afghanistan, bertempur di desa-desa Afghanistan - saya kira itu tidak akan mengamankan Amerika," lanjutnya.

Beberapa kandidat presiden yang akan bersaing dalam pemilu di Afghanistan, antara lain mantan menteri luar negeri Karzai Zalmai Rassoul, pemimpin kelompok oposisi Abdullah Abdullah, dan mantan ekonom Bank Dunia Ashraf Ghani.

Presiden baru untuk Afghanistan kemungkinan belum dapat dipilih sampai setelah putaran kedua pemilu pada 28 Mei.() antaranews.com/ syabab indonesia