Oleh: Luthfi Afandi [Humas HTI Jabar]
Bahaya Jalan Demokrasi dan People Power
Baik jalan demokrasi maupun revolusi massa (people power)
bukanlah jalan Islam. Kedua jalan ini tidak pernah dicontohkan
Rasulullah saw. Selain itu, ada beberapa “bahaya” jika menggunakan jalan
yang tidak dicontohkan Rasulullah saw. Sebagai contoh, jalan demokrasi.
Bahayanya antara lain:
Pertama, bahaya ideologis.
Sistem demokrasi adalah sistem kufur, karena menjadikan rakyat sebagai
pemilik kedaulatan. Konsokuensinya, rakyat yang direpresentasikan oleh
“wakil rakyat” berpeluang dan memiliki hak membuat undang-undang.
Padahal dalam Islam, hak membuat hukum dan perundangan hanyalah Allah
SWT. Orang yang terlibat dalam sistem demokrasi, walaupun secara i’tiqadi
masih meyakini Islam sebagai solusi, ketika mereka melakukan
legislasi, yakni membuat perundang-undangan, apalagi UU yang dibuat
tidak sejalan dengan Islam, maka jelas telah melakukan keharaman.
Kedua, bahaya pragmatisme.
Masuk ke dalam sistem demokrasi yang tidak menjadikan Islam sebagai
standar berpikir dan bertindak akan membuat siapapun bebas mengeluarkan
ide yang bahkan jauh bertentangan dengan Islam. Di sisi lain ada pihak
yang masih menginginkan nilai-nilai Islam. Lalu agar tercapai titik temu
masing-masing pihak harus melakukan kompromi politik. Dengan adanya
kompromi politik, alih-alih bicara idealisme, yang sering terjadi malah
aktivis Muslim terjebak pragmatisme.
Ketiga, menjauhkan umat dari perjuangan menegakkan Khilafah.
Tujuan awalnya ingin agar Islam diterapkan melalui jalan demokrasi dan
hanya menjadikan demokrasi sebagai jalan bukan tujuan. Namun, ketika
menghadapi situasi dan kondisi politik sekular yang “kejam” sekaligus
melenakan, akhirnya syariah Islam disembunyikan. Gagasan tentang syariah
dan Khilafah Islam pun dibuang. Kini teriakannya tak jauh berbeda
dengan politisi sekular: “demokratisasi”, bukan “islamisasi”.
Alasan-nya, kalau bicara Islam, takut dituduh sektarian. Kalau
memperjuangkan syariah Islam takut tak mendapatkan dukungan. Akhirnya,
alih-alih berjuang untuk Islam, yang terjadi malah menjauhkan gagasan
syariah dan Khilafah Islam dari benak umat Islam. Alih-alih berjuang
untuk tegaknya Khilafah, yang terjadi malah terseret sistem korup,
menjadi pesakitan karena kasus korupsi atau risywah.
Adapun bahaya menggunakan jalan people power di antaranya:
Pertama, rawan pembajakan.
Jalan ini sangat rawan dengan pembajakan, apalagi jika tanpa visi yang
jelas. Mengapa? Karena gerakan massa biasanya sangat cair, siapapun bisa
ikut dan terlibat. Hanya dengan isu umum, siapapun bisa bergabung.
Sebagai contoh, ketika yang menjadi common enemy-nya adalah
penguasa diktator, maka siapapun dari anggota masyarakat atau kelompok
politik dengan beragam ideologinya, yang salama ini menjadi korban
pengusa diktator, akan bergabung menumbangkan sang diktator. Jika
kelompok Islam tidak mampu mengendalikan, maka kelompok sekularlah yang
akan mengambil-alih pemerintahan berikutnya.
Kedua, salah strategi. Pasalnya, tujuan dari proses perubahan melalui people power tersebut sebenarnya untuk mewujudkan rezim baru guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Namun nyatanya, people power
atau revolusi rakyat justru sering menimbulkan kekacauan yang luar
biasa, termasuk mengorbankan hak milik umum, negara dan kepentingan
rakyat. Jika kondisi ini terjadi, tujuan untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik jauh api dari panggang. Selain itu, cara seperti ini juga
bisa memicu terjadinya konflik horisontal, yang mengakibatkan perpecahan
di tengah-tengah umat. Pertanyaannya, mungkinkah membangun negara dan
pemerintahan yang solid, sehingga seluruh sistemnya bisa dijalankan,
jika umat dan rakyatnya terpecah-belah? Jelas tidak mungkin.
Tuntunan Islam dalam Meraih dan Mengelola Kekuasaan
Cara Meraih Kekuasaan
Agar kekuasaan untuk menerapkan syariah Islam secara sempurna dapat diraih, paling tidak ada 4 syarat.
1. Adanya kelompok politik yang ideologis.
Keberadaan kelompok dakwah mutlak diperlukan. Bahkan menjadi prasyarat pertama dan utama. Menegakkan Khilafah tidak bisa “single-fighter”.
Sehebat apapun seseorang, pasti tidak akan mampu berjuang sendiri.
Hanya saja, kelompok dakwah yang akan mampu menegakkan Khilafah paling
tidak memiliki dua ciri: bersifat politis dan ideologis.
Mengapa
harus kelompok/partai politik? Pasalnya, Khilafah Islam itu merupakan
institusi politik. Karena itu mewujudkan Khilafah harus oleh
kelompok/partai politik yang aktivitasnya pun politik. Khilafah Islam
tidak akan tegak jika hanya dengan aktivitas spiritual semata. Metode
menegakkan Khilafah juga tidak bisa dengan aktivitas sosial. Keduanya
merupakan aktivitas yang baik tetapi bukan metode untuk menegakkan
Khilafah.
Partai
politik yang dimaksud bukanlah partai politik praktis dalam sistem
demokrasi yang sekadar berorientasi kekuasaan. Politik yang dimaksud di
sini adalah “high politic”, politik adiluhung. Di antaranya
melakukan pembinaan terhadap masyarakat, membangun opini publik dengan
opini Islam, membangun opini publik bahwa Khilafah itu wajib dan perlu,
membongkar makar negara kafir imperialis terhadap umat Islam, mengajak
tokoh simpul umat untuk mendukung perjuangan penegakkan khilafah. Ini
yang disebut dengan politik tingkat tinggi (high politic).
Mengapa
harus ideologis? Pasalnya, sebuah partai politik harus memiliki cara
pandang bahwa Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak hanya
mengatur tatacara ibadah dan muamalah dalam arti sempit, tetapi juga
politik, ekonomi, hukum, budaya dan yang lainnya. Dengan demikian partai
politik ini hanya akan menjadikan syariah Islam sebagai tawaran solusi
untuk memecahkan berbagai macam persoalan masyarakat.
Karena itu, parpol tersebut harus mampu menyusun “masterplan” atau fikrah,
yakni rincian kumpulan dari berbagai macam ide, konsep dan gagasan yang
akan ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan kehidupan.
Dengan begitu, ketika kelompok dakwah/partai politik tersebut berhasil
meraih kekuasaan, maka konsep tersebut langsung bisa dilaksakan (applicable), tidak sibuk lagi membuat konsep pelaksanaan sistem Islam.
2. Adanya kejelasan ideologi.
Gerakan perubahan mengharuskan adanya kejelasan ideologi. Tentu yang dimaksud adalah ideologi Islam. Metode (thariqah)-nya
pun harus benar-benar mencontoh teladan terbaik, yakni Rasulullah saw.
Gerakan perubahan tidak boleh mengambil jalan yang jelas bertentangan
dengan Islam, seperti halnya jalan demokrasi. Gerakan perubahan juga
harus jelas musuh bersama (common enemy)-nya. Saat ini, yang memiliki “syarat” sebagai common enemy
adalah Ideologi Kapitalisme. Mengapa Kapitalisme? Karena ideologi
inilah yang saat ini menguasai dan menjajah dunia. Kapitalisme pula yang
menyebabkan berbagai masalah muncul. Kapitalismelah yang menjadi akar
masalah dunia saat ini.
Selain itu, gerakan perubahan juga harus memiliki tujuan bersama (common goal). Common goal
gerakan perubahan sejatinya adalah berlanjutnya kehidupan Islam dengan
tegaknya Khilafah Islam, karena dengan Khilafah seluruh syariah Islam
dapat ditegakkan. Syariah Islam inilah yang menjadi solusi berbagai
macam permasalahan dunia saat ini.
3. Adanya dukungan dari umat/masyarakat.
Dukungan
dari umat akan tegaknya Khilafah Islam merupakan perkara yang penting.
Pasalnya, syariah Islam akan diterapkan oleh Khilafah di tengah-tengah
umat. Umat yang dimaksud adalah yang memiliki kesadaran ideologis.
Mereka adalah umat yang mau bergerak, berjuang dan menuntut perubahan
bukan karena emosionalitas apalagi karena tuntutan perut. Mereka adalah
umat yang bergerak dan menuntut perubahan karena dorongan ideologi dan
akidah Islam; karena menyadari bahwa bahwa tegaknya Khilafah merupakan
perintah Allah SWT.
4. Adanya dukungan dari tokoh kunci (ahlul-quwwah).
Tokoh kunci yang dimaksud adalah ahlul-quwwah,
yakni institusi yang secara politis memiliki kemampuan untuk menolong
dakwah, baik berbentuk negara, institusi militer ataupun sebuah
jamaah/kelompok. Adanya dukungan ahlul-quwwah ini sangatlah
penting. Pasalnya, untuk menegakkan negara yang kuat dan
mandiri—sehingga yariah Islam bisa diterapkan secara sempurna—tanpa ada
intervensi dari negara yang lain membutuhkan dukungan politik dan
militer yang juga kuat.
Fakta saat ini menunjukkan kondisi yang sama seperti halnya pada zaman Rasulullah saw., yakni bahwa ahlul quwwah,
termasuk di dalamnya militer, memiliki pengaruh yang sangat kuat dan
dominan dalam melindungi sebuah negara. Dukungan dari masyarakat
terhadap gerakan/partai tidaklah cukup jika belum mendapatkan dukungan
dari militer. Sebagai contoh, kemenangan FIS di Aljazair, Partai Refah
pimpinan Erbakan di Turki, dan terakhir Ikhwanul Muslimin di Mesir yang
kemudian dianulir dan dikudeta militer, merupakan fakta tak terbantahkan
bahwa dukungan ahlul quwwah menjadi syarat penting tegaknya negara yang kuat.
Cara Menjalankan Kekuasaan
Adapun bagaimana kekuasaan itu dijalankan agar syariah Islam dapat diterapkan secara kaffah dengan tegaknya Khilafah Islam, paling tidak harus memenuhi tiga kriteria.
1. Kekuasaan dan keamanan negara ada dalam kontrol penuh umat Islam.
Agar
syariah Islam dapat diterapkan secara sempurna, kekuasan dan keamanan
negara Khilafah harus ada dalam kontrol penuh umat Islam. Bahkan tidak
bisa disebut sebagai negara Khilafah jika negara kufur atau orang kafir
masih melakukan intervensi, baik sebagian apalagi melakukan intervensi
penuh, terhadap negara.
2. Adanya kesiapan konsep (masterplan) yang rinci dan komprehensif.
Konsep
yang rinci dan komprehensif mutlak harus ada dan disiapkan sejak
sekarang/ Dengan begitu, ketika Khilafah tegak, konsep tersebut harus
sudah dapat dijalankan dengan baik (applicable) dan segera.
Partai Politik Islam adalah elemen yang paling berkepentingan untuk
menyusun berbagai konsep pengelolaan negara. Konsep tersebut mencakup
sistem politik dan pemerintahan, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem
sosial dan berbagai konsep lainnya yang sudah diturunkan dalam bentuk
peraturan perundangan yang praktis dan aplikatif. Dengan begitu siapapun
yang menjadi khalifah dan pegawai Negara dapat menjalankan pemerintahan
dengan baik.
3. Adanya SDM yang siap mengelola negara.
Negara
Khilafah akan dapat berjalan dengan baik jika dikelola oleh orang-orang
yang memiliki kapabilitas dan kepribadian unggul. Mereka bisa berasal
dari berbagai kalangan dan latar belakang, baik dari kalangan ulama,
politisi, intelektual, pakar hukum, pakar sains dan teknologi dan yang
lainnya. Mereka juga harus merupakan orang-orang yang memahami bagaimana
Islam mengelola sebuah negara. Karena faktor pentingnya adalah dengan
sistem dan hukum apa sebuah negara dikelola. Karena itu mutlak bahwa
siapapun yang kelak mengelola negara Khilafah harus memahami syariah
Islam secara mendalam.
() hti press/syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar