![]() |
Ilustrasi: keluarga sedang menyantap hidangan,(sumber: muslimahzone.com) |
Adab Makan: Makan Sekadarnya
Oleh: Ust. Yahya Abdurrahman
الْمِقْدَامَ
بْنَ مَعْدِيكَرِبَ الْكِنْدِىَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم يَقُوْلُ مَا مَلَأَ اِبْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ
حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ (واللَّفْظُ لِإِبْنِ مَاجَه “لُقَيْمَاتٌ”)
يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثُ طَعَامٍ وَثُلُثُ
شَرَابٍ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Al-Miqdam bin
Ma’dikarib al-Kindi berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
“Tidaklah seorang anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut.
Cukuplah anak Adam makanan (dalam redaksi Ibn Majah “suapan-suapan
kecil”) yang menegakkan tulang punggungnya. Jika harus lebih dari itu
maka sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga udara.” (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban dan al-Hakim).
Hadis ini dicantumkan oleh Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam, hadis ke-47, melengkapi Arba’un an-Nawawiyah menjadi 50 hadis. At-Tirmidzi meriwayatkan hadis ini di dalam as-Sunan pada bab Mâ Jâ’a fî Karâhiyati Katsrah al-Akli (Riwayat Tentang Kemakruhan Banyak Makan). At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan shahih.”
Ibn Majah meriwayatkan hadis ini dalam as-Sunan pada bab al-Iqtishâd fî al-Akli wa Karâhiyati asy-Syiba’ (Sederhana dalam Makan dan Kemakruhan Kenyang).
Hadis ini merupakan salah satu pokok adab dalam makan. Hadis ini secara garis besar memberikan tiga pelajaran Pertama: Rasul saw. menyatakan, “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut.” Rasul saw menyerupakan perut sebagai wi’â’un, yaitu tempat meletakkan sesuatu. Seburuk-buruk wadah yang dipenuhi adalah perut. Sebab dalam hal itu ada at-tukhmah
(pencernaan yang buruk) dan menjadi sebab terjadinya bermacam penyakit;
juga karena mewariskan kemalasan, lemah dan ingin rehat terus.
Pengarang Barîqah Mahmûdiyyah fî Syarh Tharîqah Muhammadiyyah wa Syarî’ah Nabawiyyah
menjelaskan, “Rasul menjadikan perut seburuk-buruk wadah sebab sering
digunakan pada yang tidak seharusnya untuknya. Perut diciptakan untuk
menguatkan punggung dengan makanan, sementara memenuhi perut akan
menyebabkan kerusakan agama dan dunia sehingga menjadi keburukan.
Kenyang itu (bisa) menyimpangkan dari kebenaran, didominasi oleh
kemalasan sehingga menghalangi pemiliknya dari beribadah, memperbanyak
materi-materi yang lebih, banyak kemarahan, syahwatnya dan ambisinya
meningkat sehingga menjerumuskan dirinya mencari apa yang melebihi
kebutuhan.”
Kedua, Rasul saw. menyatakan, “Cukuplah untuk anak Adam sekadar makanan yang menegakkan tulang punggungnya.” Penyebutan tulang punggung menggunakan uslub
menyebut sebagian yang dimaksudkan keseluruhan. Jadi, yang dimaksudkan
adalah punggung seluruhnya, atau lebih umum lagi seluruh badan, sebab
punggung adalah penopang badan.
Dalam hadis ini, Rasul saw.
menganjurkan untuk sedikit makan, yakni makan sekadarnya saja untuk bisa
menopang badan agar tetap bisa tegak dan melakukan aktivitas yang
diperintahkan syariah. Anjuran ini juga tampak dalam redaksi Ibn Majah
yang menggunakan kata “luqaymât” yang merupakan kata plural dengan bentuk isim tashghîr dari luqmatun. Makna sabda Rasul saw.
itu, bahwa cukuplah untuk anak Adam makanan yang dengan itu ia tetap
hidup sehat untuk menjalankan aktivitas ketaatan. Itulah makna sabda
beliau “yuqimna shulbahu (menegakkan tulang punggungnya).”
Yang demikian itu merupakan dorongan agar sedikit makan dan tidak
banyak makan. Dengan begitu manusia itu ringan, tangkas, giat dan
selamat dari bermacam penyakit yang muncul dari banyak makan.
Ketiga: Rasul saw menyatakan, “Jika harus lebih dari itu maka sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga untuk udara.”
Maksudnya, jika orang tidak cukup dengan makanan yang cukup menegakkan
punggungnya dan harus tambah dari kadar itu maka hendaklah ia mengisi
sepertiga perutnya dengan makanan, sepertiganya dengan minuman dan
sepertiganya untuk udara yang memungkinkan dirinya bernafas dengan
mudah.
Kenyang hukumnya mubah. Dalam beberapa riwayat, Rasul saw. pernah makan hingga kenyang dan membiarkan para sahabat makan hingga kenyang. Namun, bagi Rasul saw. dan para sahabat, kenyang tidak menjadi kebiasaan. Mereka sering tidak sampai kenyang, meski juga tidak kelaparan.
Anjuran Rasul saw. dalam hadis
ini ada dua tingkat: (1) agar makan sekadarnya saja yang membuat
punggung tetap tegak, sanggup bahkan giat menjalankan aktivitas dan
ketaatan serta ibadah; (2) jika ingin lebih dari itu maka hendaklah
makanan hanya mengisi sepertiga perut, minuman sepertiganya dan
sepertiga lainnya untuk udara. Kadar ini tidak sampai kenyang apalagi
kekenyangan. Seperti itulah yang menjadi laku para sahabat dan para
ulama panutan umat.
Manfaat dari anjuran Rasul saw.
ini sangat besar terhadap fisik dan hati. Terhadap fisik, pola makan
seperti itu menyehatkan. Terhadap hati, hal itu akan membuat hati
baik. Sedikit makan melembutkan hati, menguatkan pemahaman, melemahkan
hawa nafsu dan amarah. Sebaliknya, banyak makan mendatangkan hal
kebalikannya.
Rasul saw., keluarga beliau,
para sahabat dan para ulama memberikan contoh hidup bagaimana mereka
sedikit makan. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra.,
yang menuturkan bahwa sejak tiba di Madinah, keluarga Muhammad tidak
pernah merasakan kenyang dengan roti gandum selama tiga hari
berturut-turut sampai Rasul saw wafat. Ada juga riwayat serupa dari Abu
Hurairah.
Para ulama panutan umat pun menempuh
laku seperti itu, menghindari kenyang meski mubah dan dari yang halal.
Mereka lebih memilih makan sekadarnya saja. Abu Nu’aim menuturkan dalam Hilyah al-Awliyâ’
bahwa Imam asy-Syafii berkata, “Aku tidak merasakan kenyang sejak enam
belas tahun lalu kecuali kenyang yang aku jauhi, sebab kenyang itu
memberatkan badan, menghilangkan kecerdasan, mendatangkan tidur dan
melemahkan orang yang kenyang itu dari ibadah.”
Allâhumma waffiqnâ ilâ mâ tardhâ. [] hti press/ syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar