Pengurus Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengatakan, organisasinya memiliki perbedaan dengan Syiah baik secara ushul (masalah pokok) maupun furu’ (masalah cabang).
Pernyataan ini disampaikan juru bicara HTI, Ir. Ismail Yusanto, dalam
pertemuan dengan Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
Pusat di Jakarta pada hari Jumat (24/04/2015) pagi.
“Akhir-akhir ini begitu banyak tuduhan pada HTI yang bertubi-tubi dari
berbagai pihak, terutama media, maka HTI tidak merespon dengan maksimal
karena hanya menghabiskan tenaga. Kami mengajak umat, untuk menyadari
adanya pembusukan, “ ungkap Ismail Yusanto.
Dalam pertemuan penuh kekeluargaan, HTI, menyampaikan beberapa poin
terkait perkembangan HTI dan masalah keumatan di Indonesia dan global.
HTI Indonesia menuturkan tantangan umas Islam pada masa kini bersifat, iktikadiah, siasiyah, iqtisadiyah, dan ijtimaiyah. Karena itu, penting melakukan upaya membangun informasi antar sesama harakah dan
ormas keislaman, karena pada saat yang sama begitu banyak golongan yang
ingin melakukan faksionalisasi dan fraksionalisasi terhadap umat Islam.
“Kalau tidak disikapi dengan baik, akan menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan,” ujarnya.
Dalam silaturrahim itu, salah satu perwakilan MIUMI, Farid Okbah
melayangkan kepada pihak HTI terkait isu-isu yang berkembang di tengah
umat terutama posisi dan sikap HTI dalam memandang Syiah, dan serangan
koalisi Arab Saudi ke Yaman.
HTI mengakui, saat ini, pihaknya menjadi salah satu sasaran tembak dan terzalimi.
“Kami dituduh sebagai ISIS padahal di satu sisi pemimpin kami dieksekusi
oleh ISIS di Yaman, kami juga ditangkapi Syiah Al-Hausti, di Saudi
juga kami diperlakukan tidak adil, kami juga dituduh sebagai Wahabi,”
tambah Ismail.
“Pagi ini dengan izin Allah, kami sangat bahagia bisa bertemu dan bersilaturrahim dengan para ulama di sini, “ ujarnya.
Perwakilan HTI yang lain, Rohmat S. Labib menanggapi berbagai tuduhan kepada HTI dengan jawaban beberapa poin.
Pertama, ia mengaku, pandangan HTI tentang Syiah dalam kitab-kitab
panduan HTI, bahwa perbedaan Syiah dan Sunni bermula pada masalah imamah
yang berbeda dengan khilafah sebagaimana yang diperjuangkan HTI.
Begitu juga, terkait kitab-kitab fikih Syiah dengan HTI juga sangat berbeda.
“Kita merujuk pada hadits sedangkan mereka berpandukan pada perkataan imam mereka, “ ujarnya.
HTI melihat bahwa tidak ada satu pun nash yang
mengatakan penetapan khalifah, maka inilah menjadi pembeda pokok karena
Syiah memandang bahwa imamah berbentuk penetapan dari nash yang menetapkan bahwa hanya Ali dan beberapa Ahlul Bait berhak menjadi pengganti kepemimpinan Nabi.
Kedua, adanya perbedaan sikap terhadap para Sahabat. Menurut HTI, Syiah
mengafirkan para khalifah dan sahabat serta melaknat mereka. Dalam
kitab, Nizamul Hukmi fil-Khalifah, kata Labib, di situ semua diterangkan tata cara memilih dan mengangkat khalifah.
Sahabat itu adalah manusia yang adil, di sana disebutkan bahwa dalil syar’i merupakan ijma’sahabat, dan dari merekalah kita mendapatkan hadits Nabi. Jika mereka berijma’ dalam
satu masalah maka semestinya menjadi sebuah ketetapan hukum. Maka, HTI
memandang Sahabat secara kolektif sebagai ketetapan hukum. Inilah antara
pandangan HTI sebagai dasar pembeda dengan syiah.
Ketiga. Syiah dinilai memiliki keyakinan tentang ‘ishmatul aimmah, kemaksuman para imam, dan akidah taqiyah ditolak keras oleh HTI. Dari segi syariat Syiah menghalalkan nikah mut’ahyang diharamkan oleh umat Islam termasuk HTI.
“Dengan ini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa perbedaan Syiah dengan HTI adalah pada tataran ushul dan furu’, atau kita berbeda dengan Syiah dari segi pondasi dan bangunan.”
Terkait desas-desus bahwa HTI pernah menawari Imam Khomeini sebagai Khalifah, itu dinilai tidak benar.
Menurutnya, HTI kala itu hanya menawarkan konsep khilafah sebagaimana dipahami olehAhlus Sunnah, dan jika Khomeini menerimanya, maka syarat pertama dan utama, ia harus beralih ke Ahlus Sunnah, dan jelas usulan HTI ini ditolak mentah-mentah oleh Khomeini.
Terkait masalah, Yaman, HTI mengatakan, tidak pernah ada satu kata pun
yang menyatakan HTI mendukung Al-Hautsi. Yang dikritik HTI hanya Arab
Saudi terlihat tidak tegas dalam membela Ahlus Sunnah di Suriah
terus-menerus dibantai oleh Bashar Assad yang jelas-jelas beraliran
Syiah Nushairiyah.
Dalam kesempatan ini, Zaitun menanggapi bahwa dalam masalah furu’ silahkan berbeda, namun komunikasi antar sesama harus dibangun dan dirawat.
“Kita sama-sama memperjuangkan syariat, adapun bagaimana bentuknya, itu
bisa didiskusikan, yang jelas tujuan utama khilafah adalah menegakkan
syariat,” ujarnya.
Dalam pertemuan ini pihak HTI juga membawa rombongan. Antara lain Rohmat
S. Labib, Hafid Abdurrahman, Reza R, M. Rahmat, K dan Budi Darmawan.*/Ilham Kadir (Jakarta)
() syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar