MALANG – Anak-anak penghuni Yayasan Rumah Tarbiyah dan Tahfidh Alquran Al Mukmin, Kota Malang, masih trauma setelah penggeledahan Densus 88 Antiteror di tempat itu. Bahkan ada satu santri di Yayasan itu diajak pulang oleh orangtuanya, Jumat (27/3/2015).
Yayasan tempat pendidikan Alquran di Jl Mega Mendung, Kelurahan Pisang Candi, Kecamatan Sukun, Kota Malang, itu milik Helmi Alamudi, terduga pengikut jaringan ISIS yang ditangkap Densus 88. Karena diduga ada keterlibatan Yayasan itu dengan Helmi, Densus 88 menggeledah tempat itu, Kamis (26/3/2015).
Proses penggeledahan di Yayasan itu sempat memanas. Pengurus Yayasan menolak keluar rumah sehingga Densus tetap menerobos. Anak-anak yang berada di Yayasan sempat menangis histeris ketika mengetahui aksi penggeledahan.
Pengajar di Yayasan itu, Umu Bariroh, menceritakan, saat itu ada 12 santri yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di Yayasan itu. Polisi langsung mendobrak pintu Yayasan. Mendengar pintu didobrak, ia segera membukakan pintu.
Pengajar lain di Yayasan itu, Jefri Rahmawan mengatakan penanggung jawab Yayasan itu memang Helmi Aminudi. Pondok di Yayasan itu baru berdiri sekitar enam bulan yang lalu. Dia tidak tahu apa alasan polisi juga menggeledah Yayasan itu. Menurutnya, Yayasan itu tidak ada hubungannya dengan gerakan radikal yang dituduhkan polisi ke Helmi.
“Saya tidak percaya Pak Helmi seperti itu (terlibat jaringan ISIS). Dia orangnya baik, paling peduli dengan anak-anak. Dua hari sekali dia datang ke sini melihat kondisi anak-anak,” kata Jefri yang sempat dibawa Densus 88 untuk dimintai keterangan usai penggeledahan di Yayasan.
Jefri membantah jika Yayasan ini dihubungkan dengan Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal, panglima ISIS dari Malang yang sekarang di Suriah. Menurutnya, Salim memang pernah tinggal di rumah yang sekarang dipakai untuk Yayasan. Tetapi akhir 2013, Salim sudah tidak melanjutkan kontrak rumah itu. Kemudian rumah itu dikontrak oleh Helmi dan digunakan untuk pondok.
“Pondok di Yayasan itu tidak ada hubungannya dengan Ustaz Salim. Ustaz Salim memang pernah kontrak di sini. Tapi dia sudah lama meninggalkan tempat ini, lalu dikontrak oleh Pak Helmi,” ujarnya.
Ia juga menyangkal jika anak-anak yang mondok di Yayasan itu ditinggal orangtuanya ke Suriah. Ia membantah jika Yayasan itu dikatakan sebagai tempat menampung pengikut ISIS yang hendak dikirim ke Suriah. “Yayasan ini hanya sebagai tempat pendidikan Alquran bagi anak-anak. Tuduhan itu tidak benar,” katanya.
Sementara itu, Belqis Munabari, adik kandung Abdul Hakim, terduga pengikut jaringan ISIS yang ditangkap Densus 88, menyayangkan proses penggeledahan yang dilakukan polisi. Menurutnya, Densus mengacak-acak semua ruangan yang ada di rumah itu, termasuk kamar Belqis. Densus juga menjebol pintu kamar kakaknya, Abdul Hakim.
“Saya saja keluarganya tidak boleh masuk untuk melihat porses penggeledahan. Saya baru masuk setelah penggeledahan selesai. Kondisi rumah sudah acak-acakan termasuk kamar saya. Rumah ini dihuni saya, kakak saya (Abdul Hakim), dan adik saya (Camelia),” ujarnya.
Ia mengaku sejumlah uang yang berada di rumah itu hilang setelah proses penggeledahan. Jumlah uang yang hilang Rp 18 juta, rinciannya Rp 6 juta miliknya dan Rp 12 juta milik kakaknya. Uang miliknya Rp 5 juta di simpan di laci meja dapur dan Rp 1 juta di laci meja kamar. Sedangkan uang Rp 12 juta milik kakanya disimpan di dalam kamar.
“Saya tidak menuduh, tapi hanya ingin tahu apakah uang itu dijadikan barang bukti apa tidak. Saya sudah tanya ke RT, RW, dan Kelurahan, mereka juga tidak tahu. Katanya, tidak ada uang yang disita polisi saat melakukan penggeledahan. Padahal itu bukan uang saya pribadi. Itu uang donor dari perkumpulan Wanita Islam,” katanya.() surya/tribunnews/syabab indonesia
Yayasan tempat pendidikan Alquran di Jl Mega Mendung, Kelurahan Pisang Candi, Kecamatan Sukun, Kota Malang, itu milik Helmi Alamudi, terduga pengikut jaringan ISIS yang ditangkap Densus 88. Karena diduga ada keterlibatan Yayasan itu dengan Helmi, Densus 88 menggeledah tempat itu, Kamis (26/3/2015).
Proses penggeledahan di Yayasan itu sempat memanas. Pengurus Yayasan menolak keluar rumah sehingga Densus tetap menerobos. Anak-anak yang berada di Yayasan sempat menangis histeris ketika mengetahui aksi penggeledahan.
Pengajar di Yayasan itu, Umu Bariroh, menceritakan, saat itu ada 12 santri yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di Yayasan itu. Polisi langsung mendobrak pintu Yayasan. Mendengar pintu didobrak, ia segera membukakan pintu.
“Saya bilang ke polisi, bisa sopan apa tidak. Tetapi, mereka langsung menerobos masuk ke Yayasan. Polisi yang masuk bawa senjata api. Anak-anak yang mengetahui itu langsung teriak histeris dan yang lainnya menangis. Mendengar teriakan, polisi malah menodongkan senjata ke anak-anak,” kata Umu saat ditemui di Yayasan tersebut.Dikatakannya, jumlah santri di Yayasan itu 30 anak. Santri yang tidur di Yayasan hanya 12 anak. Usia santri paling kecil tiga tahun dan yang paling besar 10 tahun. Anak yang mondok di Yayasan itu juga berasal dari wilayah Kota Malang. “Anak-anak masih trauma, tadi ada satu santri yang diajak pulang orangtuanya. Mungkin saja keluar dari pondok ini. Kebetulan hari ini, anak-anak libur,” ujar wanita bercadar.
Pengajar lain di Yayasan itu, Jefri Rahmawan mengatakan penanggung jawab Yayasan itu memang Helmi Aminudi. Pondok di Yayasan itu baru berdiri sekitar enam bulan yang lalu. Dia tidak tahu apa alasan polisi juga menggeledah Yayasan itu. Menurutnya, Yayasan itu tidak ada hubungannya dengan gerakan radikal yang dituduhkan polisi ke Helmi.
“Saya tidak percaya Pak Helmi seperti itu (terlibat jaringan ISIS). Dia orangnya baik, paling peduli dengan anak-anak. Dua hari sekali dia datang ke sini melihat kondisi anak-anak,” kata Jefri yang sempat dibawa Densus 88 untuk dimintai keterangan usai penggeledahan di Yayasan.
Jefri membantah jika Yayasan ini dihubungkan dengan Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal, panglima ISIS dari Malang yang sekarang di Suriah. Menurutnya, Salim memang pernah tinggal di rumah yang sekarang dipakai untuk Yayasan. Tetapi akhir 2013, Salim sudah tidak melanjutkan kontrak rumah itu. Kemudian rumah itu dikontrak oleh Helmi dan digunakan untuk pondok.
“Pondok di Yayasan itu tidak ada hubungannya dengan Ustaz Salim. Ustaz Salim memang pernah kontrak di sini. Tapi dia sudah lama meninggalkan tempat ini, lalu dikontrak oleh Pak Helmi,” ujarnya.
Ia juga menyangkal jika anak-anak yang mondok di Yayasan itu ditinggal orangtuanya ke Suriah. Ia membantah jika Yayasan itu dikatakan sebagai tempat menampung pengikut ISIS yang hendak dikirim ke Suriah. “Yayasan ini hanya sebagai tempat pendidikan Alquran bagi anak-anak. Tuduhan itu tidak benar,” katanya.
Sementara itu, Belqis Munabari, adik kandung Abdul Hakim, terduga pengikut jaringan ISIS yang ditangkap Densus 88, menyayangkan proses penggeledahan yang dilakukan polisi. Menurutnya, Densus mengacak-acak semua ruangan yang ada di rumah itu, termasuk kamar Belqis. Densus juga menjebol pintu kamar kakaknya, Abdul Hakim.
“Saya saja keluarganya tidak boleh masuk untuk melihat porses penggeledahan. Saya baru masuk setelah penggeledahan selesai. Kondisi rumah sudah acak-acakan termasuk kamar saya. Rumah ini dihuni saya, kakak saya (Abdul Hakim), dan adik saya (Camelia),” ujarnya.
Ia mengaku sejumlah uang yang berada di rumah itu hilang setelah proses penggeledahan. Jumlah uang yang hilang Rp 18 juta, rinciannya Rp 6 juta miliknya dan Rp 12 juta milik kakaknya. Uang miliknya Rp 5 juta di simpan di laci meja dapur dan Rp 1 juta di laci meja kamar. Sedangkan uang Rp 12 juta milik kakanya disimpan di dalam kamar.
“Saya tidak menuduh, tapi hanya ingin tahu apakah uang itu dijadikan barang bukti apa tidak. Saya sudah tanya ke RT, RW, dan Kelurahan, mereka juga tidak tahu. Katanya, tidak ada uang yang disita polisi saat melakukan penggeledahan. Padahal itu bukan uang saya pribadi. Itu uang donor dari perkumpulan Wanita Islam,” katanya.() surya/tribunnews/syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar