![]() |
Ilustrasi: Mahasiswa di ruang kelas |
Patah tumbuh hilang
berganti, seolah tak pernah habis orang-orang yang
bertingkah nyeleneh , kali ini
giliran Rosnida Sari yang bertingkah, dosen IAIN Ar-Raniry Darussalam, Banda
Aceh ini mengajak mahasiswanya pergi ke gereja di Banda Aceh, yangmana pendeta
di gereja tersebut adalah temannya, Rosnida mengajak mahasiswanya ke gereja
demi mempelajari relasi laki-laki dan perempuan di agama Kristen serta
mewujudkan kesalingpahaman diantara mereka. Rosnida juga berharap mahasiswanya
bisa bertanya langsung kepada pendeta berkaitan dengan agama Nasarani.(Metrotvnews 9/1)
Ide
Rosnida mengajak mahasiswanya belajar ke gereja dilatar belakangi pengalaman
dosen pengampu mata kuliah Studi Gender dalam Islam ini ketika mendapatkan
kesempatan kuliah di Universitas Flinders, Australia Selatan atas beasiswa dari
pemerintah Banda Aceh, selama kuliah di Australia Rosnida sering pergi ke gereja
sekaligus ikut dalam kegiatan gereja.
Mengetahui
tindakan Rosnida Sari memang membuat geram, bagaimana tidak, seorang dosen dari
perguruan tinggi Islam, yang dia juga mengaku seorang muslim, megajak
mahasiswanya untuk belajar ke gereja, dimana mayoritas masyarakat muslim awam-pun mengetahui bahwa hal itu tidak
seharusnya dilakukan. Namun, bukan sesuatu yang aneh jika kita memahami memang
begitulah yang diinginkan kafir barat atas kaum muslimin, Islam hanya sekedar
identitas, namun tingkah polah sesuai desain mereka, kaum muslimin sendiri yang
memang sudah bermental inferior begitu mudah menerima produk yang ditawarkan
barat, karena takut dianggap tidak toleran, untuk menjaga kerukunan antar umat
beragama, kaum muslimin terjebak dalam konsep pemikiran barat, terinfeksi virus
pluralisme yang ditebar di negeri-negeri kaum muslim, kaum muslim digiring
untuk menerima bahwa semua agama baik, semua agama benar, menganggap bukan
masalah jika mereka datang ke tempat ibadah agama lain, sampai ikut dalam kegiatan dan merayakan hari besar
agama lain.
Barat
merancukan makna pluralitas dan pluralisme, dimana mereka menyamakan pluralisme
dengan pluralitas, padahal maknanya sungguh berbeda, dimana pluralitas
merupakan keragaman yang memang mutlak terjadi, karena memang sunatullah telah
menentukan demikian, beragam suku, warna kulit, bahasa, dll. Sedangkan
pluralisme merupakan paham yang menganggap semua hal sama, tidak terkecuali tentang konsep
beragama, menganggap semua agama sama benarnya. Sehingga dianggap sah dan biasa
jika antar umat beragama saling mengujungi tempat ibadah, saling merayakan hari
besar agama lain, paham seperti ini tak henti disuntikkan ke tubuh kaum
muslimin.
Untuk
memuluskan misinya, seperti biasa, barat melakukan dengan sistematis, mereka
menghancurkan Islam dengan menggunakan tangan-tangan anak kaum muslimin
sendiri, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Islam boleh bertebaran
dimana-mana, namun generasi muslim yang lebih bangga dengan ide diluar Islam
tidak kalah dengan jamur dimusim hujan. Perguruan tinggi Islam lebih memilih
mengirim dosen atau mahasiswanya belajar ke negeri kafir seperti Australia, dan
disaat mereka kembali ke negerinya banyak yang malah menjadi pengemban misi
barat, seperti Rosnida Sari. Seolah lupa bahwa kaum muslim dan negeri muslim memiliki
Islam yang kegemilangannya tak pernah terhapus zaman.
Islam
adalah agama sempurna dari dzat Yang Maha Sempurna, Islam mewajibkan umat ini
untuk belajar sekaligus mengatur bagaimana umat ini seharusnya belajar. Pendidikan
dalam Islam bertujuan membentuk kepribadian Islam, generasi yang memiliki pola
pikir dan pola sikap sesuai dengan
Islam, untuk itu semua jenjang pendidikan didesain untuk mewujudkan
tujuan ini. Hal-hal yang terkait dengan tsaqafah diluar Islam diajarkan pada
tingkat perguruan tinggi seperti halnya pengetahuan, namun tetap tidak boleh
keluar dari tujuan pendidikan, tetap menjadikan Islam sebagai filter bukan
justru larut dalam tsaqafah yang dipelajari.
Islam
adalah agama yang diturunkan oleh Allah, Yang Maha Pencipta, Allah yang telah
menciptakan keragaman suku, bangsa, bahasa dan warna kulit di dunia ini. Islam
juga menghargai keragaman agama yang ada, sebagaiman telah tertulis dalam
sejarah, bagaimana umat Islam hidup berdampingan dengan mereka yang Nasarani
ataupun Yahudi dibawah kebesaran panji Laa Ilaaha Illallah, tanpa harus ikut
dalam ritual agama mereka, atau mendatangi tempat ibadah mereka, karena
sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam, bagimu agamamu dan bagiku
agamaku. Hal yang sebaliknya terjadi saat ini, dimana nilai Islam justru hiang
dibawah nilai paham barat, karena penjaga agama ini tidak ada, yaitu negara
yang tegak dibawah panji tauhid, Khilafah Rasyidah yang menyatukan seluruh umat tanpa bayang-bayang pluralisme
milik barat. Wallahua’lam.....
0 komentar:
Posting Komentar