728x90 AdSpace

  • Hot News

    Selasa, 03 Februari 2015

    Kepala Satuan Kepolisian Dalam Negara Khilafah





    Oleh: Adriansah (LKI HTI DPD II Purwakarta)


    Pengantar
    Terbongkarnya beragam kasus di tubuh Polri sepanjang tahun 2009-2014 semakin menambah persepsi negatif tentang lembaga Negara ini. Hal demikian semakin memperburuk citra polisi dan memperlemah kepercayaan masyarakat ketika berurusan dengan polisi. Mulai kasus korupsi simulator SIM hingga narkoba telah menjangkiti tubuh lembaga yang satu ini. Misal berikut beberapa fakta penegak hukum yang menjadi pemakai, bandar dan pengedar Narkoba serta tersangka korupsi1:

    1.      Komisaris Sunhot P Silalahi, mantan Kasat Narkoba di Polresta Jambi, didakwa   mengkonsumsi narkoba, bulan agustus 2012, divonis bersalah, pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp 100 juta apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan 1 bulan penjara (jambi.tribunnews.com)
    2.      Abdul Waris Bahesti (27), mantan Kasat Narkoba Polresta Gorontalo, divonis 6 tahun penjara dan denda 800 juta, telah terbukti memiliki sabu-sabu seberat 18,62 gram (www.antaranews.com)
    3.      AKP Bambang Setiono, mantan Kasat Narkoba Polres Nunukan, divonis 7 tahun penjara, denda 3 milyar, terbukti menghilangkan barang bukti sabu-sabu (http://www.antaranews.com/)
    4.      Bripka Agung Wahyudianto vonis 10 tahun, Briptu Yulianus Babatan, Briptu David Siregar dan Briptu Iqbal (Semua anak buah AKP Bambang, sebagai penyidik Satuan Narkoba Nunukan) vonis 6 tahun penjara (kaltim.antaranews.com)
    5.      Jaksa Esther Tanak, menggelapkan barang bukti pil ekstasi milik PN Jakarta Utara, tahun 2009. Uang haram digunakan membeli Blacberry seharga 7 juta saat itu, ia divonis 1 tahun penjara (metro.news.viva.co.id)
    6.      Anggota Polsek Pademangan Zenanto, divonis satu tahun penjara, dan pesuruh di polsek tersebut bernama Irfan divonis satu tahun enam bulan dan denda Rp 5 juta (metro.news.viva.co.id)
    7.      75 anggota Polri dan 35 anggota TNI terlibat penyalahgunaan narkoba di Jakarta, data ini merupakan pengakuan Jendral Timur Pradopo, saat menjabat di Kapolda Metrojaya tahun 2010 (bisnis.news.viva.co.id)
    8.      Pada tiga tahun terakhir (2011-2012) tercatat sebanyak 1.000 aparat kepolisian terlibat dalam jaringan peredaran narkoba di Indonesia. Terakhir anggota koperasi Badan Intelijen Strategis (Bais) berinsial “S” yang terlibat penyelundupan sebanyak 1.412.476 butir pil ekstasi (www.merdeka.com)
    9.      Berdasarkan data kepolisian dan Badan Narkotika Nasional pada 2011, 100 orang polisi terlibat baik sebagai pemakai (96 orang) maupun pengedar (4 orang). Sementara anggota BNN sendiri yang terlibat sebanyak empat orang (www.merdeka.com)
    10.  Kasus terbaru adalah Budi Gunawan yang akan diangkat menjadi Kapolri ditangkap oleh KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi yang berujung pada menguaknya kembali konflik Polri vs KPK. (akhir tahun 2014 yang lalu)

    Inilah beberapa fakta bobroknya mental aparat kepolisian yang terjadi karena habitat Demokrasi-Sekuler, dimana meniadakan akidah, ketakwaan dan aturan Islam dalam melaksanakan tugas penting pengayom dan pelindung masyarakat. Karena itu sangat penting disini untuk dipaparkan tentang posisi dan fungsi Kepala Satuan Kepolisian dalam konteks Negara Khilafah, yang insya Allah dengan izin dan pertolongan Allah swt Negara Khilafah tersebut akan tegak dalam waktu yang dekat ini.
               
    1 Diambil dari tulisan Muh.Syahbannur yang berjudul “Polisi Dalam Daulah Khilafah Islamiyah” 24 Oktober 2012
    http://muhsyahbannur.blogspot.com/2012/10/polisi-dalam-daulah-khilafah-islamiyah.html
    Pembahasan

                Dalam kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah fi al-hukmi wa al-idârah (Struktur Negara Khilafah-pemerintahan dan administrasi-) pada Bab Keamanan Dalam Negeri dijelaskan :  Keamanan dalam negeri ditangani oleh satu departemen yang dinamakan Departemen Dalam Negeri. Departemen ini dikepalai oleh Mudir Keamanan dalam negeri (Mudîr al-Amni ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Administrasi Keamanan Dalam Negeri) yang dikepalai oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah). Cabang ini di bawah wali dari sisi tanfîdz (pelaksanaan/ekskusi), tetapi dari sisi administrasi berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri.2

                Dari penjelasan di atas penting diketahui bahwa Negara Khilafah sangat serius dalam menangani urusan Keamanan Dalam Negeri dalam hal ini yakni dengan mengangkat Kepala Satuan Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah) yang membantu mengurusi segala bentuk gangguan keamanan dalam negeri.
                Dalam bahasa Arab Kepolisian disebut Asy Syurthah. Kepolisian berperan sangat penting dalam pemerintahan Khilafah Islamiyah. Mereka bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan dalam negeri, menjaga keselamatan masyarakat, mengamankan jiwa raga, harta benda serta harga diri mereka. Umat Islam telah mengenal kepolisian sejak masa Rasulullah SAW tinggal di Madinah. Imam Al-Bukhari menyebutkan dalam shahihnya bahwa Qais bin Sa’ad yang sedang berada di hadapan Rasulullah SAW adalah berposisi sebagai kepala polisi dari penguasa.3
                Departemen Keamanan Dalam Negeri mengurusi penjagaan keamanan dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang diinginkannya. Jika Departemen Dalam Negeri suatu ketika memerlukan bantuan pasukan yang lebih banyak untuk keperluan tertentu, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada Khalifah. Khalifah berhak memerintahkan pasukan untuk membantu departemen Keamanan Dalam Negeri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk menjaga keamanan atau perkara lain menurut pandangan Khalifah. Khalifah juga berhak menolak permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri dan memerintahkannya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.





               
    2 Kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah filhukmi wal idârah (Struktur Negara Khilafah-pemerintahan dan administrasi-) Bab Keamanan Dalam Negeri hal 152 Terjemahan, dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir 2005.
    3 Diambil dari tulisan Ust Roni Ruslan (Sekretaris Jubir HTI) dalam Mediaumat Edisi 100 berjudul “Profil Kepolisian di Masa khilafah” 23 Maret 2013. http://mediaumat.com/cermin/4335-100-profil-kepolisian-di-masa-khilafah.html



    Syarat Menjadi Anggota dan Kepala Satuan Kepolisian            
               
    Adapun syarat untuk menjadi anggota satuan kepolisian dalam negara Khilafah yaitu laki-laki yang sudah baligh dan memiliki kewarganegaraan Khilafah (muslim dan non muslim ahlu adz-dzimmah). Adapun wanita boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas wanita yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syariah.

    Adapun syarat menjadi Kepala Satuan Kepolisian (Shâhib asy-Syurthah), menurut Ibn Abi ar-Rabi’ dalam Suluk al-Malik fi Tadbir al-Mamalik, adalah orang yang sabar, berwibawa, tidak banyak bicara, berpikir panjang dan mendalam, tegas, cerdas, hidupnya bersih, tidak tergesa-gesa, sedikit senyum dan tidak mudah memberi ampun. Sebagaimana Abdurrahman bin Ubaid at Tamimi dipilih menjadi kepala polisi karena memiliki karakter sabar, cakap (Thawwil al Julus), berkemampuan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas (Samin al Amanah wa ‘Ajif al Khianah). Ziad bin Abih berkata “Kepala kepolisian hendaklah memiliki kecakapan dan kuat, tidak mudah lupa, dan bagi pengawal pribadi hendaklah yang sudah berumur, dapat menjaga kesucian diri, dan tidak memiliki catatan kriminal (Tarikh al Ya’qubi).
               
    Dari penjelasan di atas mengenai syarat menjadi anggota satuan kepolisian dalam negara Khilafah yaitu laki-laki yang sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Adapun syarat menjadi Kepala Satuan Kepolisian yaitu seperti yang dijelaskan oleh Ibn Abi ar-Rabi’ dan Ziad bin Abih di atas. Adapun dalam tataran teknis pemilihan baik kepala maupun anggota satuan kepolisian maka syarat yang lain juga harus terpenuhi seperti lulus dari cek kesehatan fisik, tidak sedang terlibat dalam masalah hukum (apalagi dalam status tersangka) seperti dalam pemilihan calon Kapolri –kasus BG-  di Indonesia dalam sistem Demokrasi-nya, dan lain-lain.

    Jenis-jenis Satuan Kepolisian
               
    Satuan kepolisian dalam negara Khilafah terdapat dua jenis yakni polisi militer dan polisi yang berada disamping penguasa. Satuan kepolisian ini memiliki seragam dan ciri-ciri tertentu untuk menjaga keamanan. Al-Azhari berkata, “Polisi adalah setiap kesatuan yang merupakan kesatuan terbaik. Diantara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi, karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Bahkan dikatakan mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara. Dikatakan bahwa mereka dinamakan syruthah (polisi) karena mereka memiliki ciri-ciri yang telah dikenal, baik dari pakaian maupun kemampuan geraknya”.
               
    Pendapat di atas juga dipilih oleh al-Ashma’i. Dikatakan di dalam kamus: Wa Syurthah (polisi), dengan dhammah,......... adalah bentuk tunggal dari as-syurath. Mereka adalah kesatuan terbaik yang terjun dalam perang dan mereka siap untuk mati. Polisi adalah kesatuan di antara para penolong wali. Ia disebut dengan Syurthi seperti halnya sebutan turki dan juhani. Mereka dinamakan demikian karena diri mereka dapat diketahui dengan tanda-tanda yang sudah dikenal luas.
               

    Adapun penjelasan mengenai Polisi Militer sebagai berikut: Polisi militer adalah bagian dari anggota yang lebih menonjol daripada pasukan lainnya untuk mendisiplinkan urusan-urusan pasukan. Polisi militer merupakan bagian dari pasukan yang berada di bawah Amirul Jihad, yaitu berada di bawah Departemen Perang (Dâ’irah al-Harbiyah).
               
    Adapun polisi yang selalu siap disamping penguasa berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri. Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas bin Malik: “Sesungguhnya Qais bin Sa’ad (Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah al-Anshariy al-Khazraji) di sisi Nabi saw. memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk diantara para amir”. Imam at-Tirmdzi juga telah meriwayatkannya dengan redaksi: “Qais bin Sa’ad di sisi Nabi saw. berkedudukan sebagai kepala polisi dan ia termasuk diantara para amir, Al-Anshari berkata: yaitu orang yang menangani urusan-urusan polisi”.
               
    Khalifah dalam hal ini boleh menjadikan seluruh polisi yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri itu sebagai bagian dari pasukan, yaitu berada di bawah Departemen Perang (Dâ’irah al-Harbiyah). Boleh juga Khalifah menjadikannya sebagai departemen tersendiri, yaitu Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dâ’irah al-Amni ad-Dâkhili).

    Dalam hal ini pendapat yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir yakni kemandirian bagian polisi, yakni bahwa kepolisian berada di sisi penguasa untuk menjaga keamanan, dan hendaknya berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dâ’irah al-Amni ad-Dâkhili), sebagai struktur mandiri yang berada di bawah Khalifah secara langsung seperti struktur-struktur negara lainnya. Hal ini berdasarkan hadis dari Anas bin Malik tentang Qais bin Sa’ad.

    Posisi dan Fungsi Kepala Satuan Kepolisian
               
    Departemen Keamanan Dalam Negeri membatasi diri dengan hanya memanfaatkan satuan polisi dalam menjaga keamanan negara. Departemen tidak boleh memanfaatkan selain satuan polisi, kecuali dalam kondisi polisi tidak mampu untuk menstabilkan keamanan. Dalam kondisi ini, Departemen Keamanan Dalam Negeri meminta Khalifah agar mendukungnya dengan kekuatan militer lainnya atau dengan kekuatan pasukan sesuai tuntutan keadaan.
               
    Polisi diberi tugas untuk menjaga sistem, mengelola keamanan dalam negeri, dan melaksanakan seluruh aspek implementatif. Hal ini sesuai dengan hadis Anas bin Malik yang sudah disebutkan tentang Rasul saw. yang menjadikan Qais bin Sa’ad di sisi Nabi saw. memiliki kedudukan sebagai kepala polisi.  Hadis itu menunjukan bahwa polisi berada disamping penguasa.

    Makna berada di samping penguasa itu adalah polisi berperan sebagai kekuatan implementatif yang dibutuhkan oleh penguasa untuk menerapkan  syariah, menjaga sistem, dan melindungi keamanan, termasuk melakukan kegiatan patroli. Kegiatan patroli itu adalah berkeliling pada malam hari untuk mengawasi dan mengejar pencuri serta mencari orang yang berbuat kerusakan/kejahatan dan orang yang dikhawatirkan melakukan tindakan kejahatan.

    Dalam upaya menjaga keamanan dikenal istilah patroli (Al Uss) dalam kepolisian. Al Uss dikenal pertama kali di masa Khalifah Umar bin Al Khatthab. Beliaulah yang membentuk Al Uss. Beliau sendiri sering melakukan patroli di malam hari mengelilingi kota Madinah. Hal itu beliau lakukan untuk mengungkap kejahatan dan menjaga keamanan warganya.
                Abdullah bin Mas’ud bertindak sebagai komandan patroli pada masa Abu Bakar. Umar bin al-Khaththab melakukan patroli sendiri. Umar bin al-Khaththab ditemani oleh pembantunya dan kadang-kadang ditemani oleh Abdurrahman bin Auf. Karena itu, keliru apa yang diperaktikkan di beberapa negeri Islam saat ini termasuk di Indonesia, ketika para pemilik toko mengupah satpam untuk menjaga rumah-rumah/toko mereka atau negara mengangkat penjaga dengan upah dari para pemilik toko, di sekolah-sekolah mengupah satpam untuk menjaganya, setiap malam yang keliling patroli/ronda adalah hansip/satpam bahkan melibatkan anggota masyarakat seperti di perumahan, dan lain-lain. Praktik semacam itu termasuk dari aktivitas patroli, sementara patroli adalah kewajiban negara dan aktivitas itu termasuk di antara tugas polisi. Karena itu, aktivitas tersebut tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Masyarakat juga tidak boleh dibebani untuk membiayainya.

    Polisi juga bertugas menghukum orang-orang yang dicurigai (ahl ar-riyab), karena bekerja sama dengan kafir harbi fi’lan (musuh umat Islam). Orang-orang yang seperti ini bisa muslim maupun ahlu adz-dzimmah, bisa individu maupun organisasi. Kalau sekarang, mereka itu seperti aktifis liberal, LSM komprador, dan antek-antek AS, Inggris maupun sekutunya yang lain yang memusuhi Islam. Dalam kasus ini negara bisa memata-matai mereka dengan alasan bahwa memata-matai kafir harbi fi’lan hukumnya wajib dan kafir harbi hukman dalam kondisi normal boleh, tetapi bisa juga wajib ketika membahayakan Negara. Begitupun dengan orang-orang yang dicurigai juga boleh untuk memata-matai mereka.

    Dalam kasus murtad, ketika vonis hukuman mati sudah dijatuhkan oleh pengadilan (qadha’), maka polisilah yang mengeksekusi hukuman mati tersebut. Dalam kasus teror, merompak (pembegal), merampok harta masyarakat dan menghilangkan nyawa mereka atau orang-orang yang membuat kerusakan, Negara bisa mengirim polisi untuk mengikuti gerak-gerik mereka, menangkap dan menjatuhi hukuman bunuh dan disalib, atau dibunuh saja, dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, atau dibuang di suatu tempat terpencil.4

    Sementara terhadap tindakan mencuri, merampok, korupsi, menyerang orang, baik dengan memukul, melukai, membunuh maupun menyerang kehormatan mereka, dengan mencemarkan nama baik dan menuduh zina, kepolisian bisa mencegahnya dengan deteksi dini, pengawasan dan kontrol. Dalam kasus ini, polisi juga bertindak sebagai eksekutor, ketika vonis telah dijatuhkan oleh pengadilan.5

               
    4 Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam firman Allah swt : “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau tangan dan kaki mereka dipotong dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar.(QS. Al-Maidah [5]:33). Kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah filhukmi wal idârah (Struktur Negara Khilafah-pemerintahan dan administrasi-) Bab Keamanan Dalam Negeri hal 158 Terjemahan, dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir 2005.
    5 diambil dari tulisan Rusma yang berjudul “Polisi Masa Depan” https://dreamlandaulah.wordpress.com/2010/05/06/polisi-masa-depan/
    , dan dalam Kitab Nidzam al-Uqubât wa Ahkâm al-Bayyinât fiil Islam (Sistem Sanksi dan Pembuktian dalam Islam) Abdurrahman al-Maliki dan Ahmad ad-Da’ur hal 104. Pustaka Thariqul Izzah 2011.

    Penutup

    Dari pemaparan makalah ini dapat kita ketahui bersama bahwa bagaimana bobroknya kondisi Kepala Satuan Kepolisian dalam negara Demokrasi-sekuler baik dari segi posisi dan fungsinya maupun dalam implementatifnya. Sedangkan begitu gamblangnya dijelaskan bagaimana syarat, posisi dan fungsi Kepala Satuan Kepolisian dalam Negara Khilafah dan sejarah telah membuktikan itu semua yakni sepanjang Daulah Khilafah ada maka Kepala Satuan Kepolisian itu selalu ada dan menjalankan tugasnya dengan baik.

    Meskipun tugas dan tanggung jawab mereka berat, tetapi dengan ketakwaan dan tsaqofah Islam yang ditanamkan secara mendalam kepada mereka, maka tugas berat itu pun bisa mereka jalankan dengan keikhlasan sebagai wujud ibadah kepada Allah swt.

    Sosok polisi yang seperti inilah yang umat dambakan di masa akan datang yang mampu memberikan penyelesaian masalah dan benar-benar ikhlas menolong masyarakat tanpa melihat kaya dan miskin, tinggi dan rendah derajat mereka karena polisi tersebut bekerja berdasarkan kesadaran akan amanah dari Allah swt. Dan hal itu hanya akan terwujud dengan sistem Khilafah Islamiyah yang insya Allah tidak lama lagi akan tegak di muka bumi ini. Wallahua’lam Bishowab



    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Kepala Satuan Kepolisian Dalam Negara Khilafah Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top