Oleh: Adriansah (LKI HTI DPD II
Purwakarta)
Pengantar
Terbongkarnya beragam kasus di tubuh Polri sepanjang
tahun 2009-2014 semakin menambah persepsi negatif tentang lembaga
Negara ini. Hal demikian semakin memperburuk citra polisi
dan memperlemah kepercayaan masyarakat ketika berurusan dengan polisi. Mulai
kasus korupsi simulator SIM hingga narkoba telah menjangkiti tubuh lembaga yang
satu ini. Misal berikut beberapa fakta penegak hukum yang menjadi pemakai, bandar
dan pengedar Narkoba serta tersangka korupsi1:
1. Komisaris Sunhot P Silalahi, mantan Kasat Narkoba di Polresta Jambi,
didakwa mengkonsumsi narkoba, bulan
agustus 2012, divonis bersalah, pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp 100
juta apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan 1 bulan penjara
(jambi.tribunnews.com)
2.
Abdul Waris Bahesti
(27), mantan Kasat Narkoba Polresta Gorontalo, divonis 6 tahun penjara dan
denda 800 juta, telah terbukti memiliki sabu-sabu seberat 18,62 gram (www.antaranews.com)
3.
AKP Bambang Setiono,
mantan Kasat Narkoba Polres Nunukan, divonis 7 tahun penjara, denda 3 milyar,
terbukti menghilangkan barang bukti sabu-sabu (http://www.antaranews.com/)
4.
Bripka Agung
Wahyudianto vonis 10 tahun, Briptu Yulianus Babatan, Briptu David Siregar dan
Briptu Iqbal (Semua anak buah AKP Bambang, sebagai penyidik Satuan Narkoba
Nunukan) vonis 6 tahun penjara (kaltim.antaranews.com)
5.
Jaksa Esther Tanak,
menggelapkan barang bukti pil ekstasi milik PN Jakarta Utara, tahun 2009. Uang
haram digunakan membeli Blacberry seharga 7 juta saat itu, ia divonis 1 tahun
penjara (metro.news.viva.co.id)
6.
Anggota Polsek
Pademangan Zenanto, divonis satu tahun penjara, dan pesuruh di polsek tersebut
bernama Irfan divonis satu tahun enam bulan dan denda Rp 5 juta
(metro.news.viva.co.id)
7.
75 anggota Polri dan
35 anggota TNI terlibat penyalahgunaan narkoba di Jakarta, data ini merupakan
pengakuan Jendral Timur Pradopo, saat menjabat di Kapolda Metrojaya tahun 2010
(bisnis.news.viva.co.id)
8.
Pada tiga tahun
terakhir (2011-2012) tercatat sebanyak 1.000 aparat kepolisian terlibat dalam
jaringan peredaran narkoba di Indonesia. Terakhir anggota koperasi Badan
Intelijen Strategis (Bais) berinsial “S” yang terlibat penyelundupan sebanyak
1.412.476 butir pil ekstasi (www.merdeka.com)
9.
Berdasarkan data
kepolisian dan Badan Narkotika Nasional pada 2011, 100 orang polisi terlibat
baik sebagai pemakai (96 orang) maupun pengedar (4 orang). Sementara anggota
BNN sendiri yang terlibat sebanyak empat orang (www.merdeka.com)
10. Kasus terbaru adalah Budi Gunawan yang akan diangkat menjadi Kapolri ditangkap
oleh KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi yang berujung pada menguaknya
kembali konflik Polri vs KPK. (akhir tahun 2014 yang lalu)
Inilah
beberapa fakta bobroknya mental aparat kepolisian yang
terjadi karena habitat Demokrasi-Sekuler, dimana meniadakan akidah, ketakwaan
dan aturan Islam dalam melaksanakan tugas penting pengayom dan pelindung
masyarakat. Karena itu sangat penting disini untuk dipaparkan tentang posisi dan fungsi Kepala Satuan Kepolisian dalam
konteks Negara Khilafah, yang insya Allah
dengan izin dan pertolongan Allah swt Negara Khilafah tersebut akan tegak dalam
waktu yang dekat ini.

1 Diambil dari tulisan
Muh.Syahbannur yang berjudul “Polisi Dalam Daulah Khilafah Islamiyah” 24
Oktober 2012
http://muhsyahbannur.blogspot.com/2012/10/polisi-dalam-daulah-khilafah-islamiyah.html
Pembahasan
Dalam
kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah fi al-hukmi wa al-idârah (Struktur
Negara Khilafah-pemerintahan dan administrasi-) pada Bab Keamanan Dalam Negeri
dijelaskan : Keamanan dalam negeri
ditangani oleh satu departemen yang dinamakan Departemen Dalam Negeri.
Departemen ini dikepalai oleh Mudir Keamanan dalam negeri (Mudîr al-Amni
ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan
Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Administrasi Keamanan Dalam Negeri) yang dikepalai
oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah).
Cabang ini di bawah wali dari sisi tanfîdz (pelaksanaan/ekskusi), tetapi dari
sisi administrasi berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri.2
Dari
penjelasan di atas penting diketahui bahwa Negara Khilafah sangat serius dalam
menangani urusan Keamanan Dalam Negeri dalam hal ini yakni dengan mengangkat
Kepala Satuan Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah)
yang membantu mengurusi segala bentuk gangguan keamanan dalam negeri.
Dalam bahasa Arab
Kepolisian disebut Asy Syurthah. Kepolisian berperan sangat penting
dalam pemerintahan Khilafah Islamiyah. Mereka bertanggung jawab menjaga
stabilitas keamanan dalam negeri, menjaga keselamatan masyarakat, mengamankan
jiwa raga, harta benda serta harga diri mereka. Umat Islam telah mengenal
kepolisian sejak masa Rasulullah SAW tinggal di Madinah. Imam Al-Bukhari menyebutkan dalam shahihnya bahwa Qais bin Sa’ad yang
sedang berada di hadapan Rasulullah SAW adalah berposisi sebagai kepala polisi
dari penguasa.3
Departemen
Keamanan Dalam Negeri mengurusi penjagaan keamanan dalam negeri melalui satuan
kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri.
Departemen keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun
dan seperti yang diinginkannya. Jika Departemen Dalam Negeri suatu ketika
memerlukan bantuan pasukan yang lebih banyak untuk keperluan tertentu, maka
departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada Khalifah. Khalifah
berhak memerintahkan pasukan untuk membantu departemen Keamanan Dalam Negeri,
atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Departemen Keamanan Dalam
Negeri untuk menjaga keamanan atau perkara lain menurut pandangan Khalifah.
Khalifah juga berhak menolak permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri dan
memerintahkannya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.

2 Kitab Ajhizah
ad-Dawlah al-Khilâfah filhukmi wal
idârah (Struktur Negara Khilafah-pemerintahan dan administrasi-) Bab
Keamanan Dalam Negeri hal 152 Terjemahan, dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir 2005.
3
Diambil dari tulisan Ust Roni Ruslan (Sekretaris Jubir HTI) dalam Mediaumat
Edisi 100 berjudul “Profil Kepolisian di Masa khilafah” 23 Maret 2013. http://mediaumat.com/cermin/4335-100-profil-kepolisian-di-masa-khilafah.html
Syarat Menjadi Anggota dan Kepala Satuan Kepolisian
Adapun syarat untuk menjadi anggota
satuan kepolisian dalam negara Khilafah yaitu laki-laki yang sudah baligh dan
memiliki kewarganegaraan Khilafah (muslim dan non muslim ahlu adz-dzimmah). Adapun wanita boleh menjadi anggota
kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas wanita yang memiliki hubungan dengan
tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang
khusus untuk mengatur masalah ini sesuai
dengan hukum-hukum syariah.
Adapun
syarat menjadi Kepala Satuan Kepolisian (Shâhib
asy-Syurthah), menurut Ibn Abi ar-Rabi’ dalam Suluk
al-Malik fi Tadbir al-Mamalik, adalah orang yang sabar, berwibawa, tidak
banyak bicara, berpikir panjang dan mendalam, tegas, cerdas, hidupnya bersih, tidak
tergesa-gesa, sedikit senyum dan tidak mudah memberi ampun. Sebagaimana Abdurrahman
bin Ubaid at Tamimi dipilih menjadi kepala polisi karena memiliki karakter
sabar, cakap (Thawwil al
Julus), berkemampuan dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas (Samin al Amanah wa ‘Ajif al Khianah). Ziad bin Abih berkata “Kepala kepolisian hendaklah
memiliki kecakapan dan kuat, tidak mudah lupa, dan bagi pengawal pribadi
hendaklah yang sudah berumur, dapat menjaga kesucian diri, dan tidak memiliki
catatan kriminal (Tarikh al
Ya’qubi).
Dari penjelasan di atas mengenai syarat
menjadi anggota satuan kepolisian dalam negara Khilafah yaitu laki-laki yang
sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Adapun syarat menjadi Kepala Satuan Kepolisian
yaitu seperti yang dijelaskan oleh Ibn Abi ar-Rabi’ dan Ziad bin Abih di atas. Adapun dalam
tataran teknis pemilihan baik kepala maupun anggota satuan kepolisian maka
syarat yang lain juga harus terpenuhi seperti lulus dari cek kesehatan fisik,
tidak sedang terlibat dalam masalah hukum (apalagi dalam status tersangka)
seperti dalam pemilihan calon Kapolri –kasus BG- di Indonesia dalam sistem Demokrasi-nya, dan
lain-lain.
Jenis-jenis Satuan Kepolisian
Satuan kepolisian dalam negara Khilafah
terdapat dua jenis yakni polisi militer dan polisi yang berada disamping
penguasa. Satuan kepolisian ini memiliki seragam dan ciri-ciri tertentu untuk
menjaga keamanan. Al-Azhari berkata, “Polisi adalah setiap kesatuan yang
merupakan kesatuan terbaik. Diantara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi,
karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Bahkan dikatakan mereka adalah
kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara. Dikatakan bahwa mereka
dinamakan syruthah (polisi) karena mereka memiliki ciri-ciri yang telah
dikenal, baik dari pakaian maupun kemampuan geraknya”.
Pendapat di atas juga dipilih oleh
al-Ashma’i. Dikatakan di dalam kamus: Wa Syurthah (polisi), dengan dhammah,.........
adalah bentuk tunggal dari as-syurath. Mereka adalah kesatuan terbaik
yang terjun dalam perang dan mereka siap untuk mati. Polisi adalah kesatuan di
antara para penolong wali. Ia disebut dengan Syurthi seperti halnya sebutan
turki dan juhani. Mereka dinamakan demikian karena diri mereka dapat diketahui
dengan tanda-tanda yang sudah dikenal luas.
Adapun penjelasan mengenai Polisi
Militer sebagai berikut: Polisi militer adalah bagian dari anggota yang lebih
menonjol daripada pasukan lainnya untuk mendisiplinkan urusan-urusan pasukan.
Polisi militer merupakan bagian dari pasukan yang berada di bawah Amirul Jihad,
yaitu berada di bawah Departemen Perang (Dâ’irah al-Harbiyah).
Adapun polisi yang selalu siap
disamping penguasa berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri. Imam
al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas bin Malik: “Sesungguhnya Qais
bin Sa’ad (Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah al-Anshariy al-Khazraji) di sisi Nabi
saw. memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk diantara para amir”.
Imam at-Tirmdzi juga telah meriwayatkannya dengan redaksi: “Qais bin Sa’ad
di sisi Nabi saw. berkedudukan sebagai kepala polisi dan ia termasuk diantara
para amir, Al-Anshari berkata: yaitu orang yang menangani urusan-urusan
polisi”.
Khalifah dalam hal ini boleh menjadikan
seluruh polisi yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri itu sebagai bagian
dari pasukan, yaitu berada di bawah Departemen Perang (Dâ’irah al-Harbiyah).
Boleh juga Khalifah menjadikannya sebagai departemen tersendiri, yaitu
Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dâ’irah al-Amni ad-Dâkhili).
Dalam hal ini pendapat yang diadopsi
oleh Hizbut Tahrir yakni kemandirian bagian polisi, yakni bahwa kepolisian
berada di sisi penguasa untuk menjaga keamanan, dan hendaknya berada di bawah
Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dâ’irah al-Amni ad-Dâkhili), sebagai
struktur mandiri yang berada di bawah Khalifah secara langsung seperti
struktur-struktur negara lainnya. Hal ini berdasarkan hadis dari Anas bin Malik
tentang Qais bin Sa’ad.
Posisi dan Fungsi Kepala Satuan Kepolisian
Departemen Keamanan Dalam Negeri
membatasi diri dengan hanya memanfaatkan satuan polisi dalam menjaga keamanan
negara. Departemen tidak boleh memanfaatkan selain satuan polisi, kecuali dalam
kondisi polisi tidak mampu untuk menstabilkan keamanan. Dalam kondisi ini,
Departemen Keamanan Dalam Negeri meminta Khalifah agar mendukungnya dengan
kekuatan militer lainnya atau dengan kekuatan pasukan sesuai tuntutan keadaan.
Polisi diberi tugas untuk menjaga
sistem, mengelola keamanan dalam negeri, dan melaksanakan seluruh aspek
implementatif. Hal ini sesuai dengan hadis Anas bin Malik yang sudah disebutkan
tentang Rasul saw. yang menjadikan Qais bin Sa’ad di sisi Nabi saw. memiliki
kedudukan sebagai kepala polisi. Hadis
itu menunjukan bahwa polisi berada disamping penguasa.
Makna berada di samping penguasa itu
adalah polisi berperan sebagai kekuatan implementatif yang dibutuhkan oleh
penguasa untuk menerapkan syariah,
menjaga sistem, dan melindungi keamanan, termasuk melakukan kegiatan patroli.
Kegiatan patroli itu adalah berkeliling pada malam hari untuk mengawasi dan
mengejar pencuri serta mencari orang yang berbuat kerusakan/kejahatan dan orang
yang dikhawatirkan melakukan tindakan kejahatan.
Dalam upaya menjaga keamanan
dikenal istilah patroli (Al Uss) dalam kepolisian. Al Uss
dikenal pertama kali di masa Khalifah Umar bin Al Khatthab. Beliaulah yang membentuk Al Uss. Beliau sendiri sering melakukan
patroli di malam hari mengelilingi kota Madinah. Hal itu beliau lakukan untuk mengungkap kejahatan
dan menjaga keamanan warganya.
Abdullah
bin Mas’ud bertindak sebagai komandan patroli pada masa Abu Bakar. Umar bin
al-Khaththab melakukan patroli sendiri. Umar bin al-Khaththab ditemani oleh
pembantunya dan kadang-kadang ditemani oleh Abdurrahman bin Auf. Karena itu,
keliru apa yang diperaktikkan di beberapa negeri Islam saat ini termasuk di
Indonesia, ketika para pemilik toko mengupah satpam untuk menjaga rumah-rumah/toko
mereka atau negara mengangkat penjaga dengan upah dari para pemilik toko, di sekolah-sekolah
mengupah satpam untuk menjaganya, setiap malam yang keliling patroli/ronda
adalah hansip/satpam bahkan melibatkan anggota masyarakat seperti di perumahan,
dan lain-lain. Praktik semacam itu termasuk dari aktivitas patroli, sementara
patroli adalah kewajiban negara dan aktivitas itu termasuk di antara tugas
polisi. Karena itu, aktivitas tersebut tidak boleh dibebankan kepada
masyarakat. Masyarakat juga tidak boleh dibebani untuk membiayainya.
Polisi juga bertugas menghukum orang-orang yang
dicurigai (ahl ar-riyab),
karena bekerja sama dengan kafir harbi fi’lan (musuh umat Islam). Orang-orang yang seperti ini
bisa muslim maupun ahlu adz-dzimmah,
bisa individu maupun organisasi. Kalau sekarang, mereka itu seperti aktifis
liberal, LSM komprador, dan antek-antek AS, Inggris maupun sekutunya yang lain
yang memusuhi Islam. Dalam kasus ini negara bisa memata-matai mereka dengan
alasan bahwa memata-matai kafir harbi
fi’lan hukumnya wajib dan kafir harbi hukman dalam kondisi normal boleh, tetapi bisa juga wajib
ketika membahayakan Negara. Begitupun
dengan orang-orang yang dicurigai juga boleh untuk memata-matai mereka.
Dalam
kasus murtad, ketika vonis hukuman mati sudah dijatuhkan oleh pengadilan (qadha’),
maka polisilah yang mengeksekusi hukuman mati tersebut. Dalam kasus teror, merompak
(pembegal), merampok harta masyarakat dan menghilangkan nyawa mereka atau
orang-orang yang membuat kerusakan, Negara bisa mengirim polisi untuk mengikuti
gerak-gerik mereka, menangkap dan menjatuhi hukuman bunuh dan disalib, atau
dibunuh saja, dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, atau dibuang di
suatu tempat terpencil.4
Sementara
terhadap tindakan mencuri, merampok, korupsi, menyerang orang, baik dengan
memukul, melukai, membunuh maupun menyerang kehormatan mereka, dengan
mencemarkan nama baik dan menuduh zina, kepolisian bisa mencegahnya dengan
deteksi dini, pengawasan dan kontrol. Dalam kasus ini, polisi juga
bertindak sebagai eksekutor, ketika vonis telah dijatuhkan oleh pengadilan.5

4 Hal
itu sesuai dengan ketentuan dalam firman Allah swt : “Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat
kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau tangan dan
kaki mereka dipotong dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya).Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia
dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar.(QS. Al-Maidah [5]:33). Kitab
Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah
filhukmi wal idârah (Struktur Negara Khilafah-pemerintahan dan
administrasi-) Bab Keamanan Dalam Negeri hal 158 Terjemahan, dikeluarkan oleh
Hizbut Tahrir 2005.
5
diambil dari tulisan Rusma yang berjudul “Polisi Masa Depan” https://dreamlandaulah.wordpress.com/2010/05/06/polisi-masa-depan/
,
dan dalam Kitab Nidzam al-Uqubât wa
Ahkâm al-Bayyinât fiil Islam (Sistem Sanksi dan Pembuktian dalam Islam)
Abdurrahman al-Maliki dan Ahmad ad-Da’ur hal 104. Pustaka Thariqul Izzah 2011.
Penutup
Dari
pemaparan makalah ini dapat kita ketahui bersama bahwa bagaimana bobroknya
kondisi Kepala Satuan Kepolisian dalam negara Demokrasi-sekuler baik dari segi
posisi dan fungsinya maupun dalam implementatifnya. Sedangkan begitu
gamblangnya dijelaskan bagaimana syarat, posisi dan fungsi Kepala Satuan
Kepolisian dalam Negara Khilafah dan sejarah telah membuktikan itu semua yakni
sepanjang Daulah Khilafah ada maka Kepala Satuan Kepolisian itu selalu ada dan
menjalankan tugasnya dengan baik.
Meskipun
tugas dan tanggung jawab mereka berat, tetapi dengan ketakwaan dan tsaqofah
Islam yang ditanamkan secara mendalam kepada mereka, maka tugas berat itu pun
bisa mereka jalankan dengan keikhlasan sebagai wujud ibadah kepada Allah swt.
Sosok
polisi yang seperti inilah yang umat dambakan di masa akan datang yang mampu
memberikan penyelesaian masalah dan benar-benar ikhlas menolong masyarakat
tanpa melihat kaya dan miskin, tinggi dan rendah derajat mereka karena polisi
tersebut bekerja berdasarkan kesadaran akan amanah dari Allah swt. Dan hal itu hanya akan terwujud dengan sistem Khilafah Islamiyah yang
insya Allah tidak lama lagi akan tegak di muka bumi ini. Wallahua’lam
Bishowab
0 komentar:
Posting Komentar