
Ketua MUI Kecamatan Pangandaran Irfan
mengatakan pihaknya pernah menerima surat pengaduan dari warga yang
keberatan dengan aktivitas hiburan malam.
Pihaknya kemudian menyampaikan surat tersebut kepada Pemerintahan Desa Wonoharjo.
“Namun pihak desa hingga satu bulan
lebih tidak ada reaksi apa-apa. Saya kira sudah selesai masalahnya, tapi
kemarin malah ada kejadian (aksi sweeping, red),” ungkapnya kepada
Radar Tasikmalaya (Grup JPNN), kemarin.
Sebelum aksi ibu-ibu itu, dia sempat kedatangan perwakilan warga yang menyampaikan kekesalan akibat suara bising dari kafe itu.
“Sebenarnya pihak lingkungan sudah
beberapa kali datang dan mengadakan komunikasi dengan pengurus kafe dan
ada kesepakatan, namun kenyataannya kegiatan masih berjalan seperti
biasa tidak ada perubahan,” tuturnya.
Selain aksi sweeping, lanjutnya, sekitar
15 orang ibu-ibu juga sempat mendatangi sejumlah kafe. “Mereka protes,
lalu pemiki kafe sepakat untuk tidak menyetel musik terlalu keras, namun
ternyata musik masih dinyalakan keras bahkan sampai pagi,” ungkapnya.
Dia sempat mengarahkan warga agar
berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan kepolisian, namun warga tidak
sabar dan langsung menyerbu kafe-kafe tersebut.
Ia juga mengimbau warga yang berdemo
menyerahkan alat bukti yang menjadi tuntutan warga kepada pihak
kepolisian. ”Kalau menuntut yang mabuk-mabukan, berarti mirasnya yang
diserahkan. Kalau musik berarti alat musiknya yang diserahkan, kalau
prostitusi berarti PSK-nya yang harus diserahkan,” tuturnya.
Dikatakannya, hingga saat ini belum ada
solusi mengatasi masalah tersebut. Namun demikian, pihak lingkungan
sudah menolak keberadaan kafe. “Diperlukan lagi pembicaraan semua
pihak,” tuturnya.
Dia setuju jika kegiatan hiburan malam dibubarkan karena merupakan penyakit masyarakat.
Ia berharap pemerintah segera mencari
solusi mengatasi pihak-pihak yang terlibat. ”Harus ada langkah-langkah
untuk mengarahkan mereka agar tidak melakukan usaha seperti itu,”
pungkasnya.() jpnn/syabab indonesia
0 komentar:
Posting Komentar