
Pertengahan Juni lalu, Forum Biro Hukum Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya mengajukan peninjauan kembali beleid tentang keuangan negara terutama Pasal 2 huruf g dan huruf i dan UU No. 15/2006 tentang BPK Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, serta Pasal 11.
Indonesia Budget Center menilai langkah Forum Hukum BUMN ini untuk mengakali atau mendorong pencabutan aturan hukum selama ini membentengi BUMN dari perilaku korup. Kalau mereka tidak bisa inovasi dibandingkan swasta, bukan mau keluar dari aturan keuangan negara. Tapi pilihlah direksi bertanggung jawab, kuncinya di sana, kata Roy Salam, peneliti dari Indonesia Budget Center kepada merdeka.com.
Dia mengatakan konsekuensi jika gugatan itu dikabulkan, BUMN keluar dari rezim keuangan negara sehingga tidak bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BUMN kan dibangun dari hasil pajak masyarakat. Direksi dan menteri BUMN jangan anggap BUMN sebagai perusahaan milik sendiri, ujarnya.
Roy menegaskan aturan ingin dikaji ulang itu jangan dijadikan alasan sebagai penghambat kinerja BUMN. Dia menyarankan kalau memang ada perusahaan BUMN terus rugi lebih baik ditutup saja.
Mantan direktur utama sebuah perusahaan BUMN strategis berpendapat serupa. Bukan masalah aturan membikin BUMN tidak bisa ekspansi. Mau ekspansi atau tidak tergantung direktur utama, mau berisiko atau tidak, tutur pejabat baru beberepa bulan lalu pensiun ini.
Roy menilai selama ini banyak direksi merasa sebagai pemilik perusahaan negara bukan sebagai amanat untuk kesejahteraan rakyat. Kalau sampai ngotot ingin keluar dari keuangan negara dan akhirnya BPK tidak mengaudit, ini perlu dicurigai kepentingannya apa? mereka mau tidak tombokin uang pribadi kalau rugi? katanya.
Wakil Ketua BPK Hasan Bisri dalam sidang uji materi udnang-undang keuangan negara cemas bila Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan itu, keuangan daerah juga mau dikeluarkan dari keuangan negara. Pemerintah atau pemerintah daerah akan ramai-ramai membentuk BUMN/BUMD, kemudian BUMN/BUMD itu dijadikan ajang korupsi dan manipulasi dengan berbagai tipu daya dan semuanya akan dinyatakan sebagai resiko bisnis, ujarnya.
Konsekuensinya, kata dia, aparat penegak hukum tidak bisa menjerat mereka dengan beleid korupsi karena penyelewengan terjadi pada perusahaan privat adalah tindak pidana umum.
Hasan menegasaan semua penyimpangan dalam pengelolaan kekayaan negara di luar APBN akan sulit dideteksi. Sebab, semua lembaga pengawas atau pemeriksa baik internal atau ekternal, seperti BPK, tidak bisa memeriksa mereka," tuturnya. "Bila penyelewengan itu diketahui, juga tidak dapat dijerat dengan UU Antikorupsi."
[fas] merdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar