ARUS mudik dan balik Lebaran masih menjadi sindrom paling menakutkan di negeri ini. Petaka demi petaka yang menelan korban jiwa di jalanan terus terjadi. Nyawa manusia nyaris tidak berharga.
Hingga Selasa (21/8), misalnya, sudah terjadi 3.600 kecelakaan yang mengakibatkan 638 orang tewas, luka berat 994 orang, dan 3.444 lainnya luka ringan. Jumlah mereka yang tewas mungkin bertambah mengingat arus balik sedang berlangsung.
Itu sebabnya angkutan mudik Lebaran masih menjadi perkara pelik. Penyiapan jaringan infrastruktur hingga penyediaan moda transportasi sering kedodoran. Padahal, masalahnya dari tahun ke tahun itu-itu saja.
Salah satu penyebabnya ialah angkutan mudik tidak dirancang dan disiapkan secara utuh dan terpadu. Yang lebih fatal, angkutan Lebaran bahkan dijadikan ajang mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memedulikan faktor keamanan dan kenyamanan.
Pembangunan dan perbaikan infrastruktur, baik jalan, pelabuhan, maupun bandara, terkesan dilakukan ad hoc dan tambal sulam. Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan sibuk hanya jelang Lebaran.
Pelebaran jalan dan pengaspalan, misalnya, terlihat di mana-mana. Persoalannya mengapa hanya sibuk jelang Lebaran? Salah satu faktor ialah mental proyek masih menghinggapi sebagian pejabat. Ada Lebaran, ada proyek, dan itu berarti ada fulus masuk kantong.
Padahal, tingkat kerusakan jalan nasional di sejumlah provinsi di Indonesia masih tergolong tinggi. Artinya, pembenahan harus dilakukan berkesinambungan, tidak cukup hanya di saat Lebaran.
Fakta juga memperlihatkan jumlah pemudik dari tahun ke tahun terus meningkat. Baik dari sisi jumlah pemudik maupun jumlah angkutan moda transportasi yang digunakan jelas ada pertambahan. Pelebaran dan perbaikan jalan di Jawa, misalnya, hanyalah sebagian upaya untuk mengurangi tingkat kepadatan dan kemacetan arus lalu lintas.
Selain pembenahan infrastruktur, audit terhadap kelaikan seluruh jenis moda transportasi menjadi keharusan. Bukan rahasia lagi, salah satu penyebab kecelakaan baik di darat, laut, maupun udara ialah moda yang tidak laik tetap dipaksakan beroperasi.
Keterbatasan dana yang selalu menjadi alasan sesungguhnya bisa dicarikan terobosan. Pemerintah, misalnya, mengalihkan sebagian dana subsidi bahan bakar minyak. Tentu yang utama, mereka menutup kebocoran anggaran yang kerap digarong para koruptor.
Dana itu bisa digunakan untuk membangun infrastruktur, termasuk membuat jalur kereta api double track Jakarta-Surabaya dan memperbaiki serta memperbanyak moda angkutan publik.
Semua langkah itu dibutuhkan agar angkutan mudik yang aman dan nyaman semakin dekat dari harapan. Bagaimanapun, jumlah korban tewas selama arus mudik dan balik Lebaran jelas sebuah petaka kemanusiaan.
Kita tidak ingin anak bangsa ini tewas secara sia-sia di jalan hanya karena pemerintah lalai mengurus keamanan dan kenyamanan transportasi. Itu tidak boleh terus dibiarkan.() mediaindonesia
0 komentar:
Posting Komentar