Kurang Dihargai di Indonesia, Pembuat Mobil Listrik Pilih Pulang ke Jepang
KARYA anak bangsa yang
bisa membanggakan dunia, belum tentu mendapat tempat di negeri sendiri.
Kekhawatiran Ricky Elson, si pembuat mobil listrik itu akhirnya
terbukti. Ia pun tak ingin lama-lama kecewa. Daripada ilmunya sia-sia,
kini si pemuda asli Padang ini memilih ingin kembali ke negeri Sakura.
Sekian lama Ricky menunggu izin mobil
listrik yang dibuatnya bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan. Berharap mobil
listrik bernama Selo dan Gendhis itu, dapat menjadi inspirasi kelahiran
mobil listrik buatan anak negeri. Namun apa daya, izin mobil listrik
buatan pria kelahiran Padang 11 Januari 1980 itu tak kunjung keluar.
Bahkan terkesan digantung oleh Kementerian Riset dan Teknologi
(Kemenristek).
"Saya tak bisa lagi menahannya (untuk
pulang ke Jepang). Dulu saya bermohon-mohon agar pemuda ini mau kembali
ke Indonesia. Ilmunya soal mobil listrik sangat berguna. Tapi ternyata
benar, ilmu itu tidak dihargai di negerinya sendiri. Dia masih muda,
masa depannya masih panjang,". Begitulah pernyataan kecewa yang
diungkapkan Dahlan Iskan, perihal rencana Ricky kembali ke Jepang.
Dahlan yang ditemui wartawan di rumahnya
di Surabaya, Rabu (9/4) pantas kecewa. Semangatnya melahirkan mobil masa
depan, mobil listrik buatan anak negeri, ternyata tidak mendapat
sambutan baik dari koleganya di Kemenristek. Padahal untuk membuat mobil
listrik, Dahlan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan untuk
memaksa Ricky mau kembali ke Indonesia, Dahlan sampai rela seluruh
gajinya sebagai menteri diberikan pada Ricky.
"Ricky ini sudah 14 tahun di Jepang. Ia
sudah memiliki hak paten internasional mobil listrik di sana. Saya
merayunya habis-habisan agar mau kembali ke Indonesia. Dia sempat takut
dengan resiko gajinya turun dan belum tentu ilmunya dihargai. Saya terus
yakinkan dia dan memberikan seluruh gaji saya tiap bulan untuknya. Saya
minta dia membangun mimpi mobil listrik buatan anak Indonesia, akhirnya
dia mau dan kita buat Tucuxi, Selo dan Gendhis," kisah Dahlan mengenai
awal perkenalannya dengan Ricky.
"Namun ternyata, kekhawatiran Ricky
terjadi. Ternyata sambutan dalam negeri (soal mobil listrik) tidak baik.
Tidak ada kepastian dan tidak ada ketentuan yang jelas. Saya harus
minta maaf pada Ricky. Saya bayangkan dulu orang dari luar negeri kalau
pulang bisa dimanfaatkan, ternyata tidak," tambah Dahlan masih dengan
nada kecewa.
Dahlan seolah kehabisan alasan untuk tetap
menahan pemuda cerdas itu bertahan di Indonesia. Apalagi hingga saat
ini, Kemenristek tak jua memberikan penjelasan, mengapa izin itu belum
dikeluarkan. Padahal mobil-mobil listrik buatan Ricky, sudah pernah
mejeng di acara KTT APEC di Bali.
"Kalau sampai satu atau dua bulan ini
tidak ada kejelasan, saya harus izinkan dia (Ricky) pulang ke Jepang.
Dia ini anak muda yang cerdas. Masa depannya masih panjang. Saya tidak
mau menggantung masa depannya dengan bertahan di Indonesia," kata
Dahlan.
Izin yang Tak Kunjung Keluar
Mobil listrik Tucuxi, Selo dan Gendhis
telah lama selesai. Mungkin ini bukan mobil listrik pertama yang dibuat
di Indonesia. Namun inilah jajaran mobil listrik yang pertama kali
dikerjakan seluruhnya oleh putra putri bangsa.
Untuk mendapatkan izin ketiga mobil
listrik ini, pada awalnya Dahlan meminta surat izin mobil listrik kepada
Kementerian Perhubungan, namun kementerian tersebut tidak bisa
memberikan izin.
"Akhirnya Kemenhub dan Menristek bicara
dan akhirnya urus izin di Menristek. Ini sedang kita urus," kata Dahlan
menjawab wartawan beberapa bulan lalu.
Namun seiring berlalunya waktu, izin dari
Kemenristek tak kunjung ada kejelasan. Padahal Menristek Gusti Muhammad
Hatta pernah memuji mobil listrik Selo saat melakukan ujicoba.
Berbagai carapun sudah ditempuh bekas
Dirut PLN ini agar mengantongi izin menggunakan mobil bernama 'Selo'
itu. Dari mengirim pesan singkat (SMS), telephone, hingga mengirimkan
surat pribadi pada Kemenristek. Hanya saja, upayanya hingga kini tak
berbuah manis.
"Saya sudah kirim surat pribadi, sebagai
salah satu orang yang bisa kendarai mobil listrik itu untuk uji coba.
Sampai sekarang enggak dibales. Saya udah SMS, telepon juga sudah.
Jawabannya cuma 'ya' saja, tapi tidak dikasih izinnya," papar Dahlan
heran.
Menteri yang ogah pakai pengawalan ini
juga bingung, beberapa bus listrik yang juga masih nangkring di
Kemenristek masih kesulitan keluar izinnya. Padahal secara tak langsung,
bus-bus listrik itu sudah melewati jarak jauh, dari
Jakarta-Bandung-Yogjakarta-Jakarta.
"Kalau mobil listrik warna hijau waktu itu
pernah saya kendarai sendiri sampai 1000 km. Maksud saya gitu, kalau
saya pakai dulu terus baru dikritik apanya saja yang kurang, tapi ini
mau dipakai enggak bisa," sesal mantan Dirut PLN ini.
Perkenalan Ricky Elson dengan Dahlan
Saat kunjungannya ke Balikpapan beberapa
waktu lalu, Kaltim Pos (Grup JPNN) sempat membuat laporan mengenai sosok
Ricky Elson. Pemuda kelahiran tahun 1980 ini menempuh pendidikan
sarjana hingga program master di Jepang. Ia mengambil ilmu spesifikasi
Teknik Mesin di Polytechnic University of Japan. Dia selalu jadi lulusan
terbaik hingga dilirik seorang profesor di sana yang merupakan
perancang motor di Nidec Corporation. Ricky pun memenuhi tawaran itu.
Meski sempat kesulitan, Ricky berhasil
beradaptasi. Bahkan, dia jadi andalan di perusahaan tersebut. Banyak
pelajaran berharga didapatkan Ricky di sana. Terutama untuk menumbuhkan
semangat kerja. Di perusahaan tersebut, kalimat motivasi jadi cambuk
semangat karyawan. Yakni; segera kerjakan, pastikan kerjakan, dan
kerjakan sampai selesai!
Selain itu, perusahaan-perusahaan di
Jepang punya pengertian sendiri bagi setiap jenjang pendidikan. S-1
misalnya. Artinya jenjang ini sekadar tahu bagaimana memecahkan masalah.
Sedangkan S-2, bagaimana menemukan masalah dan menyelesaikannya.
Terakhir, S-3 adalah bisa membuat masalah dan memecahkannya sendiri.
Berbagai filosofi Negeri Samurai ini
rupanya membentuk karakter Ricky menjadi orang yang produktif. Buktinya,
enam tahun sejak bekerja di Nidec Corporation, dia berhasil jadi
andalan. Sekitar 80 persen produk perusahaan ini merupakan karya sang
Putra Petir ini.
Adapun Nidec Corporation bergerak di bidang elektronik, memproduksi elemen motor presisi alias mikromotor.
Selama 14 tahun di Jepang, Ricky telah
menemukan belasan teknologi motor penggerak listrik yang sudah
dipatenkan oleh pemerintah Jepang.
Namun demikian, di tengah kariernya yang
sedang bagus, Ricky memilih kembali ke Indonesia. Dia turut membeberkan
alasannya pada para mahasiswa kemarin. Pertemuan Ricky dengan Menteri
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, ternyata menjadi titik
segalanya.
Bermula dari pertemuan sekitar 3 jam itu, Dahlan melobi Ricky untuk pulang dan berkarya di Tanah Air.
Bagi Ricky, pertemuan serupa bukan hal
baru. Ada beberapa tokoh nasional yang sebelumnya menemui Ricky dan
menawarkan untuk bekerja di Indonesia. Dia dijanjikan banyak hal yang
barang tentu menggiurkan. Gaji tinggi mulai puluhan juta sampai ratusan
juta rupiah, hingga diberi perusahaan, sudah biasa didengarnya. Tapi dia
selalu menolak. Kenapa kali ini berubah?
“Yang saya tangkap, Pak Dahlan Iskan itu
berbeda. Dia tak kasih janji-janji. Hanya berkata ‘Sudah cukup Anda
kerja di luar negeri. Maukah ikut dengan saya? Kita bersama-sama berbuat
untuk Indonesia’,” ucap Ricky menirukan percakapan dengan Dahlan Iskan
saat itu.
“Beliau sangat paham. Dia minta saya
pulang. Saya pun tak tahu kenapa tak menolak padahal yang lain berani
menggaji hingga dua kali lipat dari yang saya terima kala itu,”
sambungnya.
Dahlan yang mengetahui bahwa tenaga dan pikiran Ricky dihargai sangat tinggi, saat itu mengaku tak bisa memberikan hal serupa.
Namun supaya Ricky mau, Dahlan tanpa
pusing-pusing langsung menawarkan gajinya sebulan sebagai menteri BUMN,
untuk menjadi bayaran Ricky tiap bulan.
Berkat kesamaan visi membangun Indonesia,
akhirnya kesepakatan tercapai. Apalagi, dia bertekad mau membalas jasa
para guru yang membantunya bisa kuliah hingga ke Jepang. Ricky pun balik
ke Indonesia dan memulai proyek mobil listrik Indonesia.
Selo dan Gendhis, mobil listrik karya
Ricky yang sekarang jadi sorotan. Karya anak bangsa tak kalah dengan
mobil sport buatan luar negeri. Padahal, durasi pengerjaannya hanya lima
bulan. Selo memiliki kecepatan 250 kilometer per jam sedangkan Gendhis
180 kilometer per jam. “Karena mengejar untuk ditampilkan di APEC, motor
dan controller-nya masih pakai buatan luar negeri,” sebutnya.
Menurut Ricky, langkah membuat mobil
listrik saat ini sudah tepat. Beberapa waktu ke depan, dunia diprediksi
beralih ke kendaraan listrik. Ini kesempatan buat Indonesia untuk
memulai industrinya. Bahkan, bukan hanya Indonesia, seluruh negara saat
ini turut berproduksi mobil listrik.
“Jika tidak dari sekarang, puluhan tahun
lagi akan dipertanyakan apa produksi Indonesia,” ucap Ricky. “Indonesia
butuh penggagas. Dari sini diharapkan lahir pengembang mobil listrik
lain,” sambungnya.
Cerita di balik pemberian nama mobil
listrik karya Ricky ini turut dibeberkan. Mulanya, mobil tersebut bakal
dinamai Gundala. Nama itu diambil dari tokoh fiksi pahlawan super yang
dijuluki Putra Petir. Tapi, Gundala terlanjur jadi nama komik. Hingga
muncul nama Selo dari legenda Ki Ageng Selo yang dikenal dapat menangkap
petir. Akhirnya nama inilah yang didaulat jadi nama mobil listrik
Indonesia dengan model sedan sport.
“Kalau Gendhis, memang ingin dicari yang
manis untuk mendampingi Selo. Jadi diambillah Gendhis yang artinya gula
dari Bahasa Jawa,” imbuhnya.
Segera Pulang ke Jepang
Meski asli Indonesia, prestasi Ricky Elson
justru mentereng di negeri Sakura. Di sana, ia sebenarnya telah
menduduki jabatan penting. Yakni sebagai kepala Divisi penelitian dan
pengembangan teknologi permanen magnet motor dan generator NIDEC
Coorporation, Kyoto, Minamiku-kuzetonoshiro cho388, Jepang.
Ilmu anak Padang ini, sedikitnya telah
menghasilkan sekitar 14 teori mengenai motor listrik dan telah pula
dipatenkan oleh pemerintah Jepang. Ia telah kembali ke tanah air, namun
kini ia berencana untuk segera pulang kembali ke Jepang. Melalui akun
facebooknya, pembuat kincir angin terbaik di dunia untuk kelas 500 watt
peak ini mengaku, perusahaan di Jepang tempatnya bekerja dulu, terus
mengirimi tawaran untuknya kembali. Apalagi menurutnya, saat ini
Indonesia belum bersahabat untuk hasil-hasil karyanya.Oh Indonesia... (afz/jpnn.com/ syabab indonesia)
0 komentar:
Posting Komentar