Depok - Gaji anggota DPR RI yang "wah" karena totalnya mencapai 18 kali dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia, ternyata tidak sebanding dengan kinerja dan hasil yang telah dicapai para politisi DPR selama duduk di kursi parlemen.

Bahkan kasus-kasus korupsi makin menggila dan terus menyeret sejumlah anggota dewan.

Lebih mengejutkan lagi data yang dilansir oleh Independent Parliamentary Standards Authority (IPSA) dan Dana Moneter Internasional (IMF), bahwa gaji anggota DPR RI berada di peringkat keempat terbesar di dunia - bahkan mengalahkan Amerika - setelah Nigeria (116 kali lipat pendapatan per kapita penduduknya ), Kenya (76 kali lipat) dan Ghana (30 kali lipat).

Menurut data IPSA dan IMF itu, seorang anggota DPR yang duduk di kursi legislatif dalam setahun bisa memiliki pendapatan 65 ribu dolar AS, atau sekitar Rp780 juta di luar gaji ke-13, dana reses atau aspirasi daerah pemilihan, insentif setiap kali ikut membahas rancangan undang-undang.

Jika ditotal dalam satu tahun pendapatan seorang legislator bisa lebih dari Rp1 miliar. Gaji yang sangat fantastis untuk ukuran sebagian besar rakyat Indonesia yang hidupnya masih di bawah garis kemiskinan, yang konon nasib dan kepentingan mereka akan "diperjuangkan" oleh para anggota dewan itu di DPR RI.

Tetapi, gaji besar ternyata tidak sebanding dengan kinerja anggota DPR. Sebagian besar dari mereka tidak rajin menghadiri sidang untuk membahas materi-materi yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, mengundangkan RUU menjadi UU. Mereka masih sibuk melakukan "transaksi politik" dan terlibat dalam kadus-kasus korupsi.

Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menyebutkan, kinerja DPR dengan gaji selangit semakin dipertanyakan, ketika banyak anggota dewan tertangkap kamera sedang asik bermain video game atau tertidur pulas saat menghadiri rapat paripurna di DPR.

Belum lagi dengan para anggota dewan yang diketahui sering mangkir dan bolos dalam rapat-rapat di DPR. "Ya gaji besar tapi kerja tidak becus. Maunya jalan-jalan dengan alasan studi banding. Lebih memalukan lagi, para politisi Senayan juga tidak sedikit terlibat kasus korupsi dan harus mendekam di penjara karena terbukti korupsi atau menerima suap," katanya.

Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan berdasarkan riset tipologi yang dilakukan lembaganya terhadap anggota legislatif, ditemukan bahwa periode 2009-2014 paling banyak terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. sebesar 42,71 persen.

Dari hasil analisis itu ditemukan juga bahwa anggota dewan paling banyak, 69,7 persen terindikasi melakukan tindak pidana korupsi, sedangkan ketua komisi yang terindiksi melakukan tipikor sebanyak 10,4 persen. Mayoritas tipikor yang dilakukan anggota dewan melibatkan penyedia jasa keuangan, yaitu perbankan melalui fasilitas tunai, rekening rupiah dan polis asuransi.

Dalam praktiknya, Yusuf mengaku sepanjang tahun 2012, telah memberikan 20 nama anggota Badan Anggaran (Banggar) periode 2009-2014 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena terindikasi melakukan tipikor atau pencucian uang.

Dari ke-20 nama tersebut yang sudah diproses hukum oleh KPK adalah mantan anggota Banggar dari Fraksi PAN Wa Ode Nurhayati, mantan anggota Banggar dari fraksi Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh.

Meski Yusuf mengaku tidak bisa membeberkan 17 nama lainnya karena termasuk informasi rahasia yang jika dibeberkan ke publik berisiko pidana, tetapi dia yakin bahwa KPK akan memproses dan mendalami dugaan tipikor yang dilakukan oleh nama-nama yang telah disampaikan PPATK tersebut.

Beberapa nama pimpinan Banggar kerap disebut terlibat dalam kasus korupsi. Di antaranya adalah mantan Wakil Ketua Banggar dari fraksi Demokrat Mirwan Amir dan Wakil Ketua Banggar dari fraksi PKS Tamsil Linrung.

Dalam kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), terdakwa Wa Ode Nurhayati menuding bahwa Rp1,2 triliun dari anggaran DPID sebesar Rp7,7 triliun mengalir ke Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Banggar. "Sesuai dengan jumlah anggaran yang hilang untuk 126 daerah, uang Rp1,2 triliun itu dibagi-bagi. Jadi tidak hilang di saya ya," katanya.

Sementara itu, di level anggota Banggar, nama I Wayan Koster kerap disebut terlibat dalam kasus korupsi yang telah menjerat Angelina Sondakh. Politisi dari PDI-P ini disebut bersama-sama dengan Angie menggiring anggaran di Komisi X yang membawahi Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional.


Minim Kehadiran

Koordinator Fitra, Uchok juga mengkritisi kinerja DPR RI yang sepanjang tahun 2013 hanya menghasilkan 16 undang-undang dari 75 UU yang ditargetkan tahun itu, padahal untuk belanja gaji pegawai di parlemen menghabiskan Rp554,9 miliar. "Belanja gaji pegawai ini benar-benar kemahalan, tidak sebanding dengan hasil kinerja yang mereka berikan kepada rakyat," katanya.

Persoalan lain yang membuat produk legislasi DPR menurun menurut dia, adalah karena masalah kehadiran anggota dewan. Berdasarkan catatan Seknas Fitra atas 93 sidang anggaran di Banggar dan Komisi-Komisi DPR selama 16 Agustus sampai dengan 12 September 2013, rata-rata kehadiran anggota hanya 35 persen.

Hal ini mengindikasikan ketidakseriusan anggota DPR dalam membahas anggaran. Besarnya gaji dan lengkapnya fasilitas yang diterima anggota dewan, menyebabkan orang-orang lama ingin kembali menjadi anggota DPR, karena itu mereka lebih fokus kepada kesibukan persiapan pemenangan Pemilu 2014 daripada pembahasan anggaran," katanya.

Meski kritikan pedas dan kecaman terus dilontarkan banyak pihak kepada para anggota DPR yang sering mangkir dalam sidang, tidak serius mengikuti jalannya sidang dan malah tertidur, mereka bergeming. Menjelang Pemilu 2014 kehadiran anggota DPR dalam sidang paripurna terus merosot.

Bahkan pertemuan harus ditunda beberapa saat karena jumlah kehadiran anggota dewan tak kuorum. Padahal, dalam sidang yang dipimpin Pramono Anung ini terdapat dua agenda penting yang harus mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat itu. Pertama, pengesahan RUU tentang Perjanjian antara RI dan Republik Korea tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam masalah pidana.

Begitu juga pengambilan keputusan RUU tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik India tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam masalah pidana.

Agenda kedua adalah Laporan Komisi VII DPR RI tentang hasil fit and proper test calon anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari Pemangku Kepentingan Periode 2014-2019, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.

"Saya khawatir kalau bapak (Pramono) skors sidang ini akan sepi lagi. Untuk hal yang ini kesepakatan fraksi-fraksi saja sudah selesai. Jangan sampai skors, hilang kita semua, meskipun data (absen) sampai, tetapi tidak ada penampakannya," kata Ketua Komisi VII, Sutan Bhatoegana.

Daftar hadir anggota dewan usai penundaan sidang adalah Partai Demokrat: 81 orang, Partai Golkar: 45, PDIP: 42, PKS: 31, PAN: 23, PPP: 18, PKB: 6, Gerindra: 14, Hanura: 7. Jumlah 267 dari total 560 anggota DPR.

Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung prihatin terhadap tingkat kehadiran anggota dewan yang menurun menjelang Pemilu. Menurut dia hal ini adalah sebuah kenyataan pahit. "Yang seperti tadi adalah kenyataan yang tak bisa ditutupi. Sedih proses pengambilan keputusan tak bisa berjalan dengan baik karena kuorum baru terpenuhi pada pukul 11.45 WIB," ujarnya.

Anggota yang hadir paripurna hanya separuh lebih sedikit, sisanya pergi ke dapil masing-masing. "Lebih parah lagi kondisi di rapat komisi yang terpaksa hanya memenuhi kuorum fraksi saja," kata Pramono sambil menambahkan, harus ada perubahan aturan sehingga anggota yang tak hadir dapat ditindak lebih tegas, salah satunya adalah menambah wewenang BK DPR RI untuk melakukan penindakan.

"Peserta sidang yang hadir itu-itu aja, yang tidak hadir juga itu-itu saja. Pada saat rapat, terpotret ketidak-seriusan. Peserta bergantian keluar masuk ruang. Anggota DPR tidak menghormati sidang serta menganggu sidang mereka sendiri. Di akhir sidang, tanda tangan penuh. Padahal di awal dan pertengahan sepi dari tanda tangan. Ada anggota dewan yang titip tanda tangan ke staf ahli," kata Koordinator Fitra, Uchok.

Terkait dengan terus menorotnya kinerja dewan, Ketua DPR Marzuki Alie dinilai gagal menjaga marwah dan integritas lembaga itu. Pasalnya, baru kali ini lembaga DPR RI digeledah oleh Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan suap di lingkungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Anggota Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah, menyebutkan, "Saya punya saran khusus buat Pak Marzuki, dia harus menjelaskan secara kompeherensif tentang wibawa DPR RI yang semakin hancur selama dia pimpin sama Pak Marzuki. Seharusnya Marzuki melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri saat ini, banyak pekerjaan rumah yang tidak kunjung."

Memang seperti dikatakan Dyah Ayu Pilatoka dari PDIP, masih ada anggota-anggota DPR yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat banyak. Pertanyaannya, berapa persen anggota yang serius menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi rakyat itu dibandingkan dengan mereka yang terlibat suap, korupsi dan transaksi politik?. () antaranews.com/ syabab indonesia